Thursday, July 30, 2009

Biografi Abu Dzarr Al-Ghifari

Abu Dzaar al-Ghifari Nama aslinya adalah Jundab bin Junadah dinisbatkan kepada kakeknya Junadah yang berasal dari Ghifar, ia seorang Kinani. Abu Dzarr orang yang ahli ibadah sebelum diutusnya Nabi Shallallahu alaihi wassalam. Ia adalah sahabat kelima yang lebih dulu masuk Islam, Ia baru bisa Hijrah setelah perang Khandaq.

Abu Dzarr seorang yang zuhud tidak pernah menyimpan makanan untuk hari esok. Namun dimasa pemerintahan Utsman, ia mengajak orang orang untuk mendirikan semacam baitul mal, hal ini didorong rasa kemanusiaan namun Utsman bin Affan tidak tertarik akan gagasan itu dan selanjutnya ia mengasingkan ke Rabadzah dan menetap disitu sampai wafatnya. Pada saat wafatnya yang kebetulan Ibnu Mas’ud lewat ke Rabadzah dan menshalatkannya jenazahnya.

Abu Dzaar meriwayatkan hadits dari Umar, Ibnu abbas, Ibnu Umar dan lainnya. Yang diriwayatkan darinya antara lain Al-Hanaf bin Qais, Abdurahman bin Ghanam dan Atha’.

Sanad paling shahih yng berpangkal daripadanya ialah yang diriwayatkan dari penduduk syam dari jalur Sa’id bin Abdil Aziz, dar Rabi’ah bin Yazid, dari Abu Idris al-Khaulani, dari Abu Dzarr.

Abu Dzarr meriwayatkan hadits sebanyak 281 hadits

Ia wafat pada tahun 32 H.

Wednesday, July 22, 2009

Kisah Masuk Islamnya Kholid bin Walid (Sang Panglima Perang yang Tangguh)

Dahulu sebelum masuk Islam Nama Khalid bin Walid sangat termashur sebagai panglima Tentara Kaum Kafir Quraisy yang tak terkalahkan. Baju kebesarannya berkancingkan emas dan mahkota dikepalanya bertahtahkan berlian . Begitu gagah dan perkasanya Khalid baik di Medan perang maupun ahli dalam menyusun strategi perang. Pada waktu Perang UHUD melawan tentara Muslimin pimpinan Rosululloh SAW banyak Suhada yang Syahid terbunuh ditangan Khalid bin Walid dengan dengan Suara lantang diatas perbukitan Khalid bin Walid berkata” Hai Muhammad kami sudah Menang, kamu telah kalah dalam peperangan ini….lihatlah pamanmu Hamzah yang tewas tercabik cabik tubuhnya dan lihatlah pasukanmu yang telah porak poranda”. Rosululloh saw menjawab “Tidak aku yang menang dan engkau yang kalah Khalid …Mereka yang gugur adalah Syahid , sebenarnya mereka tidak mati wahai Khalid mereka hidupdisisi Alloh SWT penuh dengan kemuliaan dan kenikmatan , mereka telah berhasil pindah alam dari dunia menuju akherat menuju surga Alloh karena membela Agama Alloh gugur sebagai syuhada akan tetapi Matinya tentaramu , matinya sebagai Kafir dan dimasukkan ke Neraka Jahannam. Setelah itu Khalid memerintahkan pasukannya untuk kembali, sejak itu Khalid termenung terngiang selalu akan kata kata Nabi Muhammad saw dan penasaran akan sosok Muhammad saw . Maka Khalid mengutus mata-mata ( intel ) untuk memantau dan mengamati aktivitas Muhammad Saw setelah perang Uhud tersebut. Setelah cukup lama memata-matai Rosululloh akhirnya utusan Khalid bin Walid melaporkan hasil pengamatan tersebut , kata utusan tersebut” Aku mendengar semangat juang yang dikemukakan muhammad kepada para pasukannya Muhammad mengatakan ” Aku heran kepada seorang panglima khalid bin Walid yang gagah perkasa dan cerdas , tapi kenapa dia tidak paham dengan AGAMA ALLOH yang aku bawa , sekiranya Khalid bin Walid tahu dan paham dengan Agama yang aku bawa , dia akan berjuang bersamaku( Muhammad ) , Khalid akan aku jadikan juru rundingku yang duduk bersanding di sampingku. Kata kata mutiara tersebut disampaikan mata-mata Khalid bin walid di Mekkah kepada panglimanya.



Dahulu sebelum masuk Islam Nama Khalid bin Walid sangat termashur sebagai panglima Tentara Kaum Kafir Quraisy yang tak terkalahkan. Baju kebesarannya berkancingkan emas dan mahkota dikepalanya bertahtahkan berlian . Begitu gagah dan perkasanya Khalid baik di Medan perang maupun ahli dalam menyusun strategi perang. Pada waktu Perang UHUD melawan tentara Muslimin pimpinan Rosululloh SAW banyak Suhada yang Syahid terbunuh ditangan Khalid bin Walid dengan dengan Suara lantang diatas perbukitan Khalid bin Walid berkata” Hai Muhammad kami sudah Menang, kamu telah kalah dalam peperangan ini….lihatlah pamanmu Hamzah yang tewas tercabik cabik tubuhnya dan lihatlah pasukanmu yang telah porak poranda”. Rosululloh saw menjawab “Tidak aku yang menang dan engkau yang kalah Khalid …Mereka yang gugur adalah Syahid , sebenarnya mereka tidak mati wahai Khalid mereka hidupdisisi Alloh SWT penuh dengan kemuliaan dan kenikmatan , mereka telah berhasil pindah alam dari dunia menuju akherat menuju surga Alloh karena membela Agama Alloh gugur sebagai syuhada akan tetapi Matinya tentaramu , matinya sebagai Kafir dan dimasukkan ke Neraka Jahannam. Setelah itu Khalid memerintahkan pasukannya untuk kembali, sejak itu Khalid termenung terngiang selalu akan kata kata Nabi Muhammad saw dan penasaran akan sosok Muhammad saw . Maka Khalid mengutus mata-mata ( intel ) untuk memantau dan mengamati aktivitas Muhammad Saw setelah perang Uhud tersebut. Setelah cukup lama memata-matai Rosululloh akhirnya utusan Khalid bin Walid melaporkan hasil pengamatan tersebut , kata utusan tersebut” Aku mendengar semangat juang yang dikemukakan muhammad kepada para pasukannya Muhammad mengatakan ” Aku heran kepada seorang panglima khalid bin Walid yang gagah perkasa dan cerdas , tapi kenapa dia tidak paham dengan AGAMA ALLOH yang aku bawa , sekiranya Khalid bin Walid tahu dan paham dengan Agama yang aku bawa , dia akan berjuang bersamaku( Muhammad ) , Khalid akan aku jadikan juru rundingku yang duduk bersanding di sampingku. Kata kata mutiara tersebut disampaikan mata-mata Khalid bin walid di Mekkah kepada panglimanya.

Mendengar laporan Intel tersebut semakin membuat Risau Khalid bin Walid hingga akhirnya Khalid memutuskan untuk bertemu Muhammad dengan menyamar dan menggunakan Topeng menutup wajahnya hingga tidak di kenali oleh siapapapun. Khalid berangkat seorang diri dengan menunggang Kuda dan menggunakan baju kebesarnnya yang berhias emas serta mahkota bertahta berlian namun wajahnya ditutupi Topeng. Di tengah perjalanan Khalid bertemu dengan Bilal yang sedang bedakwah kepada para petani. Dengan Diam-diam Khalid mendengarkan dan menyimak apa yang di sampaikan oleh Bilal yang membacakan surat al hujarat ( Qs 49:13 ) yang artinya” Hai manusia kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku suku supaya kamu saling mengenal dengan baik. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu di sisi Alloh adalah orang-orang yang paling bertaqwa karena sesungguhnya Alloh maha mengetahui lagi maha Mengenal”

Khalid terperanga bagaimana mungkin Bilal yang kuketahui sebagai Budak hitam dan buta hurup bisa berbicara seindah dan sehebat itu tentu itu benar perkataan dan Firman Alloh. Namun gerak gerik mencurigakan Khalid bin walid di ketahui sayyidina Ali bin Abi Thalib , dengan lantang Ali berkata” Hai penunggang Kuda Bukalah topengmu agar aku bisa mengenalimu, bila niatmu baik aku akan layani dengan baiki dan bila niatmu buruk aku akan layani pula dengan buruk” Kata Ali bin Abi thalib.

Setelah itu dibukalah Topeng tampaklah wajah Khalid bin Walid seorang Panglima besar kaum Kafir Quraisy yang berjaya diperang UHUD dengan tatapan mata yang penuh karismatik Khalid berkata” Aku kemari punya Niat baik untuk bertemu Muhammad dan menyatakan diriku masuk Islam” Kata Khalid bin Walid. Wajah Ali yang sempat tegang berubah menjadi berseri-seri” Tunggulah kau di sini Khalid saya akan sampaikan berita gembira ini kepada Rosululloh saw” Kata Ali bi Abi thalib. Bergegas Ali menemui Rosululloh saw dan menyampaikan maksud kedatangan Khalid bin Walid sang panglima perang . Mendengar berita yang disampaikan Ali , wajah rosululloh SAW berseri seri lalu mengambil sorban hijau miliknya lalu dibentangkan di tanah sebagai tanda penghormatan kepada Khalid bin walid yang akan datang menemuinya. Lalu Rosululloh saw menyuruh Ali menjemput Khalid untuk menemuinya. Begitu Khalid datang Rosululloh langsung memeluknya. ” Ya rosululloh islam saya ” Kata Khalid bin Walid. Lalu Rosululloh saw mengajarkan kalimat Syahadat kepada Khalid maka Khalid bin walid telah memeluk agama Islam.

Begitu selesai membaca syahadat Khalid bin walid menanggalkan Mahkotanya yang bertahtahkan intan diserahkan kepada rosululloh, begitu pula dengan bajunya yang berkancingkan emas di serahkan juga kepada rosululloh saw. Namun begitu Khalid bin walid akan mencopot pedangnya dan menyerahkannya kepada Rosululloh , Baginda rosululloh melarangnya ” Jangan kau lepaskan pedang itu Khalid , karena dengan pedang itu nanti kamu akan berjuang membela agama Alloh bersamaku ” Kata Rosululloh saw . dan Nabi memberi gelar pedang tersebut dengan nama “Syaifulloh yang artinya “pedang Alloh yang terhunus. Setelah bergabungnya Khalid bin walid kedalam Islam, bertambah kuatlah pasukan Muslim hingga bisa menaklukan kota Mekkah dan Pasukan Kafir Quraiys secara drastis melemah bagaikan ayam kehilangan induknya.wallohu'alam

Salman Al-Farisi

Salman Al Farisi dikenal sebagai seorang seorang ulama yang berpengetahuan luas. Beliau adalah sahabat Nabi Muhammad saw, dan dikenal dengan nama Abu Abdullah di kalangan para sahabat lainnya.

Beliau berasal dari desa Ji di Isfahan, Persia. Ia adalah anak kesayangan ayahnya, seorang bupati di daerah itu. Salman mulanya adalah penganut Majusi yang taat hingga ia diserahi tugas sebagai penjaga api. Ketika menganut agamanya itu, ia mengalami pergolakan batin untuk mencari agama yang dapat menetramkan hatinya.

Suatu saat ia melewati sebuah gereja nasrani. Di dalamnya orang-orang nasrani sedang beribadah. Ia masuk ke dalam gereja itu dan memperhatikan apa yang mereka kerjakan, Salman menjadi kagum. Ia pun bertanya tentang asal agama mereka yang ternyata berasal dari Syria. Salman menceritakan hal ini kepada ayahnya dan mengatakan bahwa upacara kaum nasrani sungguh mengagumkan, lebih baik dari agama Majusi yang mereka anut. Lalu terjadilah diskusi antara Salman dan bapaknya, yang berujung masuknya Salman ke agama nasrani walau ditentang ayahnya. Ia pergi ke Hijaz, namun di sana ia ditangkap dan dipenjara.

Kepada orang-orang nasrani, Salman memberitahukan bahwa ia telah menganut agama mereka dan berpesan agar ia diberitahu jika ada rombongan dari Syiria yang datang. Setelah permintaannya dipenuhi ia pun meloloskan diri dari penjara dan bergabung dengan rombongan tersebut ke Syiria. Di Syiria ia tinggal sebagai pelayan bersama dengan seorang Uskup untuk belajar agama yang baru ia anut. Salman sangat mencintainya dan ketika menjelang wafat ia menanyakan kepada sang Uskup siapa yang harus ia hubungi sepeninggalnya. Lalu orang tersebut menceritakan tentang masa itu yang ternyata sudah dekat dengan kebangkitan seorang Nabi pengikut agama Ibrahim yang hanif, beserta tanda-tanda kenabian yang ada padanya termasuk tempat hijrahnya.

Suatu hari lewatlah rombongan berkendaraan dari jazirah Arab. Salman minta agar mereka mau memintanya membawa pergi ke negeri mereka dengan imbalan sapi-sapi dan kambing-kambing hasil jerih payahnya sebagai peternak. Permintaan tersebut dikabulkan. Namun ketika sampai di negeri yang bernama Wadil Qura, rombongan tersebut menganiaya Salman dan menjualnya kepada seorang Yahudi sebagai budak. Setelah beberapa lama, Salman dibeli oleh seorang Yahudi lain dari Bani Quraidhah dan dibawa ke Madinah. Sesampainya di Madinah Salman pun akhirnya yakin bahwa negeri ini adalah sebagaimana yang disebutkan kepadanya dulu.

Setelah mendengar kedatangan Rasulullah saw yang hijrah ke Madinah, Salman pun datang menjumpai beliau beberapa kali, dan ia mendapatkan semua tanda-tanda kenabian yang pernah diceritakan kepadanya. Hal ini membuat Salman yakin akan kebenaran Rasulullah saw dan menyatakan keislamannya. Namun statusnya sebagai budak telah menghalangi Salman untuk turut serta dalam perang Badar dan Uhud. Dengan bantuan finansial para sahabat, Salman pun akhirnya berhasil ditebus dan dimerdekakan.

Ketika terjadi perang Khandaq, kaum Muslimin di Madinah diserang oleh kekuatan gabungan anti Islam dari luar dan dari dalam. Pasukan Quraisy dan Ghathfan menyerbu Madinah dari luar sedangkan Yahudi Bani Quraidhah menyerang dari dalam. Melihat kondisi ini Salman menyarankan strategi perang Persia yang asing bagi bangsa Arab, yakni penggalian parit sepanjang daerah terbuka mengelilingi kota. Melihat ini, pasukan kaum kafir yang hendak menyerbu Madinah merasa terpukul dan dipaksa berkemah di luar kota Madinah hingga pada suatu malam Allah mengirimkan angin topan yang memporak-porandakan mereka.

Salman adalah seorang yang taqwa, cerdas, dan bersahaja. Kendatipun dari golongan kelas atas dan seorang putera Persia, negeri yang terkenal dengan kemewahan, namun ia amat zuhud kepada dunia. Ketika menanti ajal, Sa'ad bin Abi Waqqash datang menjenguknya dan ia dapati Salman menangis, teringat pesan Rasulullah saw: "Hendaklah bagian masing-masingmu dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang pengendara", sedangkan ia merasa hartanya masih banyak. Sa'ad mengatakan : "Saya perhatikan, tak ada yang tampak di sekelilingku kecuali satu piring dan sebuah baskom."

Sekelumit kisah sang pencari kebenaran Salman Al Farisi ini mengandung banyak pelajaran. Kecintaan dari ayah, kedudukan terhormat sebagai anak pembesar dan penunggu api, serta kehidupan yang berkecukupan tidaklah menjadi tujuan tertinggi hidupnya. Kendatipun belum menjadi seorang muslim, Salman seakan memiliki pribadi yang hanif dengan fitrah yang bersih.

Dalam pencariannya itu, Salman mampu bersifat objektif dan mau mengakui kekurangan agama Majusi yang dianutnya dibandingkan agama nasrani yang kemudian dipeluknya. Ia pun tak segan-segan masuk Islam ketika Rasul yang ditunggu-tunggunya tiba. Salman merasa sangat bahagia memeluk agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Ia yakin bahwa kebenaran adalah dari Allah swt, dan ajaran Islam lah yang patut diikuti sekaligus mampu menentramkan hatinya. Wallahu'alam.

Biografi Ibnu Hajar Al-Asqolani

Nashab

Beliau bernama Ahmad bin Ali bin Muhammad bin Muhammad bin Ali bin Mahmud bin Ahmad bin Hajar Al-Kannani Al-Qabilah yang berasal dari Al-Asqalan.

Riwayat Hidup

Beliau lahir, besar dan meninggal di Mesir. Bermadzhab syafi’i. Beliau menjadi ketua para qadhi, seorang syaikhul islam, seorang hafizh secara mutlak, amirul mukminin dalam bidang hadist dan dijuluki syihabuddin dengan nama pangilan (kuniyahnya) adalah Abu Al-Fadhl.

Kelahirannya

Beliau dilahirkan tanggal 22 Sya’ban tahun 773 Hijriyah dipinggiran sungai Nil di Mesir. Tempat tersebut dekat dengan Dar An-Nuhas dekat masjid Al- Jadid.


Sifat beliau

Ibnu hajar adalah seorang yang mempunyai tinggi badan sedang berkulit putih, mukanya bercahaya, bentuk tubuhnya indah, berseri-seri mukanya, lebat jenggotnya, dan berwarna putih serta pendek kumisnya. Dia adalah seorang yang pendengaran dan penglihatan sehat, kuat dan utuh giginya, kecil mulutnya, kuat tubuhnya, bercita-cita tinggi,kurus badannya, fasih lisannya, lirih suaranya, sangat cerdas, pandai, pintar bersyair dan menjadi pemimpin dimasanya.


Pertumbuhan dan belajarny

Ibnu hajar tumbuh dan besar sebagai anak yatim, ayah beliau meninggal ketika ia berumur 4 tahun dan ibunya meninggal ketika ia masih balita. Ibnu hajar menjadi seorang yang sangat iffah (menjaga diri dari dosa), sangat berhati-hati dan mandiri dibawah asuhan Az-Zaki Al-Kharubi(kakak tertua ibnu hajar) sampai sang pengasuh meninggal. Namun hidup ibnu hajar sengsara dalam pengasuhannya dan kurang perhatian dalam mengurus pendidikannya. Ibnu hajar menyertai Az-Zaki ketika ia tinggal di mekkah hingga akhirnya ia memasukkan ibnu hajar ke Al- Maktab(sekolah untuk belajar dan menghafal al-Qur’an ) ketika dia berumur lima tahun.



Salah seorang gurunya disitu ialah Syamsuddin bin Al-Alaf yang saat itu menjadi gubernur Mesir dan juga Syamsuddin Al-Athrusy. Akan tetapi, ibnu hajar belum berhasil menghafal al-Qur’an sampai beliau diajar oleh seorang ahli fakih dan pengajar sejati yaitu Shadrudin Muhammad bin Muhammad bin Abdurrazaq As-Safthi Al Muqri’. Kepada beliau ini lah akhirnya ibnu hajar dapat mengkhatamkan hafalan Al-Qur’annya ketika berumur sembilan tahun. Ketika Ibnu Hajar berumur dua belas tahun ia ditunjuk sebagai imam shalat tarawih di Masjidil Haram pada tahun 785H. Ketika sang pengasuh berhaji pada tahun 784H, Ibnu Hajar menyertainya sampai tahun 786H Ibnu Hajar menyertai Al-Kharubi sampai di Mesir. Di Mesir Ibnu Hajar benar-benar berusaha sungguh-sungguh. Dia menghafal beberapa kitab.

Saat ketidakpuasan dengan apa yang didapatkan akhirnya Ibnu Hajar bertemu dengan Al- Hafizh Al-Iraqi yaitu seorang syaikh besar yang terkenal sebagai ahli fikih, orang yang paling tahu tentang mahzab Syafi’i. Disamping itu ia seorang yang sempurna dalam penguasaan tafsir, hadist dan bahasa Arab. Ibnu Hajar menyertai san guru selama sepuluh tahun. Dan dalam sepuluh tahun ini Ibnu Hajar menyelinginya dengan perjalanan ke Syam dan yang lainnya. Ditangan syaikh inilah Ibnu Hajar berkembang menjadi seorang ulama sejati dan menjadi orang pertama yang diberi izin Al-Iraqi untuk mengajarkan hadits. Sang guru memberikan gelar Ibnu Hajar dengan Al- Hafizh dan sangat dimuliakannya. Adapun setelah sang guru meninggal dia belajar dengan guru kedua yaitu Nuruddin Al-Haitsami adapun guru lain yaitu Imam Muhibbuddin Muhammad bin Yahya bin Al- Wahdawaih melihat keseriusan Ibnu Hajar dalam mempelajari hadits, ia memberi saran untuk perlu juga mempelajari fikih karena orang akan membutuhkan ilmu itu dan menurut prediksi nya ulama didaerah tersebut akan habis sehingga Ibnu Hajar amat diperlukan.

Ibnu Hajar jatuh sakit dirumahnya setelah ia mengundurkan diri dari jabatannya sebagai qadhi pada tanggal 25 Jamadal Akhir tahun 852 H. Dia adalah seorang yang selalu sibuk dengan mengarang dan mendatangi majelis-majelis taklim hingga pertama kali penyakit itu menjangkit yaitu pada bulan Dzulqa’dah tahun 852 H. Ketika ia sakit yang membawanya meninggal, ia berkata, “Ya Allah, bolehlah engkau tidak memberikanku kesehatan, tetapi janganlah engkau tidak memberikanku pengampunan.” Pada malam sabtu malam tanggal 28 Dzulhijjah berselang dua jam setelah shalat isya’, orang-orang dan para sahabatnya berkerumun didekatnya untuk membacakan surat Yasin. Ketika sampai ayat,(Yasin :58) Keluarlah ruhnya dari jasadnya. Hari itu adalah hari musibah yang sangat besar.Orang-orang menangisi kepergiannya sampai-sampai orang non muslim pun ikut meratapi kematian beliau. Pada hari itu pasar-pasar ditutup demi menyertai kepergiannya. Para pelayat yang datang pun sampai-sampai tidak dapat dihitung, semua para pembesar saat itu datang melayat.


Sanjungan Para Ulama Terhadapnya

Al-Hafizh As-Sakhawi berkata, “Adapun pujian para ulama terhadapnya, ketahuilah pujian mereka tidak dapat dihitung. Mereka memberikan pujian yang tak terkira jumlahnya, namun saya berusaha untuk menyebutkan sebagiannya sesuai dengan kemampuan.”

Al-Iraqi berkata “Ia adalah syaikh, yang alim, yang sempurna, yang mulia, yang seorang muhhadits (ahli hadist), yang banyak memberikan manfaat, yang agung, seorang Al-Hafizh, yang sangat bertakwa, yang dhabit (dapat dipercaya perkataannya), yang tsiqah, yang amanah, Syihabudin Ahmad Abdul Fadhl bin Asy-Syaikh, Al-Imam, Al-Alim, Al-Auhad, Al-Marhum Nurudin, yang kumpul kepadanya para perawi dan syaikh-syaikh, yang pandai dalam nasikh dan mansukh, yang menguasai Al-Muwafaqat dan Al-Abdal, yang dapat membedakan antara rawi-rawi yang tsiqah dan dhoif, yang banyak menemui para ahli hadits,dan yang banyak ilmunya dalam waktu yang relatif pendek. ” Dan masih banyak lagi Ulama yang memuji dia, dengan kepandaian Ibnu Hajar.


Sumber :
Judul:60 Biografi Ulama Salaf

Karya:Syaikh Ahmad Farid

Penerbit:Pustaka Al-Kautsar

Sholahuddin Al-Ayyubi

Salahuddin Al Ayyubi atau Salah al-Din Yusuf Ibn Ayyub adalah seorang jenderal dan pejuang Muslim Kurdi yang lahir pada tahun 532H/1137M dan berasal dari Tikrit (daerah utara Irak saat ini). Ia adalah seorang ulama besar sekaligus pejuang yang memiliki kepemimpinan, kekuatan militer, sifat ksatria, serta pengampun saat berperang melawan tentara salib.

Tiada yang menyangka bahwa sebelum ia menguasai Mesir dan menentang tentera Salib, suatu hari nanti ia akan merampas kembali Palestina dan menjadi pembela akidah Islamiah yang hebat. Salahuddin Al Ayyubi patut menjadi contoh pejuang mulia bagi kita semua.

Salahuddin dibesarkan sama seperti anak-anak orang Kurdi. Ayahnya adalah seorang gubernur di kota Mosul, Irak. Pendidikannya juga seperti orang lain, belajar ilmu-ilmu sains di samping seni peperangan dan mempertahankan diri. Salahuddin melanjutkan pendidikannya di Damaskus untuk mempelajari teologi Sunni selama sepuluh tahun. Dan pada tahun 1169, ia diangkat menjadi seorang wazir (konselor) di istana Nuruddin, Mesir.

Salahuddin adalah seorang pejuang berani dalam perang salib, dengan semangat jihad yang membara serta kecintaannya pada Allah swt. Ia mengerahkan seluruh tenaganya untuk satu tujuan yaitu untuk membina kekuasaan Islam yang cukup kuat untuk menghalau orang kafir dari tanah Islam. Ketika menguasai Mesir, Salahuddin pernah berkata, “Ketika Allah menganugerahkan aku bumi Mesir, aku yakin Dia juga bermaksud Palestina untukku.” Maka ia pun menyerahkan dirinya di jalan jihad dan selalu menang dalam memperjuangkan Islam.

Ketika menjabat sebagai panglima perang dan pejabat tinggi pada Dinasti Fathimiyah, Salahuddin mereformasi ekonomi dan militer sehingga Dinasti Fathimiyyah menjadi makmur ekonominya dan kuat militernya. Salahudin berhasil mengusir Pasukan Salib dari Mesir, serta memperluas kekuasaannya di Syiria.

Bersamaan itu pula, Salahudin berhasil menyatukan kekhalifahan Islam, sehingga ia berpikir bahwa dengan kekuatan yang besar, ia akan mampu mengambil alih Yerusalem dari cengkeraman kaum salib. Namun, pada saat itu semangat juang kaum Muslim sangatlah lemah. Oleh karena itu Salahuddin ingin mengembalikan semangat juang kaumMuslim dengan menyegarkan kembali semangat juang dankepahlawanan Nabi Muhammad saw. Peristiwa inilah yang kemudian disebut sebagai Maulid Nabi Muhammad saw.

Pada mulanya gagasan Salahuddin tersebut ditentang oleh para ulama, sebab sejak zaman Nabi saw peringatan itutidak pernah ada. Dan hari raya resmi menurut ajaran Islam hanya ada dua yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Akan tetapi Salahuddin menegaskan bahwa perayaan maulid nabi hanyalah kegiatan yang menyemarakkan syiar agama, bukan perayaan yang bersifat ritual. Ketika Salahuddin meminta persetujuan dari Khalifah An-Nashir di Bagdad, ternyata khalifah setuju. Maka pada ibadah haji bulan Zulhijjah 579 Hijriyah (1183 Masehi), Salahuddin Al Ayyubi sebagai penguasa Haramain (dua tanah suci Mekah dan Madinah) mengeluarkan instruksi kepada seluruh jemaah haji, agar jika kembali ke kampung halaman masing-masing segera menyosialkan kepada masyarakat Islam di mana saja berada, bahwa mulai tahun 580 Hijriah (1184 Masehi) tanggal 12 Rabiul-Awwal dirayakan sebagai hari Maulid Nabi dengan berbagai kegiatan yang membangkitkan semangat umat Islam.

Walau menang di berbagai pertempuran dan memiliki keuasaan yang besar, Salahuddin tetap rendah hati dan sangat bijak. Penduduk negeri-negeri yang ditaklukan diperlakukan dengan baik, hartanya tidak di rampok. Salahuddin juga memperlakukan rakyatnya dengan sangat adil tanpa pandang bulu. Misalnya ketika ia menjadi penguasa Mesir beliau tidak hanya terkenal baik terhadap muslim namun juga terhadap penduduk kristen dan yahudi. Sebagai penguasa, Salahuddin memperhatikan pembangunan di segala bidang. Di Kairo misalnya, Salahuddin tidak hanya membangun masjid dan istana, tetapi juga universitas, rumah sakit, pasar, taman, pemukiman, tempat peristirahatan dan sebagainya. Banyak peninggalan Salahuddin sekarang masih bisa dilihat di Mesir dan Syria.

Salahuddin wafat pada 3 Maret 1193 dikarenakan sakit yang dideritanya. Walau semasa hidupnya Salahuddin memiliki kekuasaan yang besar dan merupakan salah satu Khalifah Islam yang paling dermawan, namun ketika meninggal beliau tidak mempunyai harta apapun. Beliau sangat dikagumi tidak hanya oleh kaum Muslim tapi juga mendapatkan reputasi besar di kaum Kristen Eropa berkat kisah perang dan kepemimpinannya.

Sunday, July 12, 2009

Memperhitungkan Alloh

Dikisahkan, bahawasanya di waktu Rasulullah s.a.w. sedang asyik bertawaf di Ka'bah, beliau mendengar seseorang di hadapannya bertawaf, sambil berzikir: "Ya Karim! Ya Karim!"

Rasulullah s.a.w. menirunya membaca "Ya Karim! Ya Karim!" Orang itu Ialu berhenti di salah satu sudut Ka'bah, dan berzikir lagi: "Ya Karim! Ya Karim!" Rasulullah s.a.w. yang berada di belakangnya mengikuti zikirnya "Ya Karim! Ya Karim!" Merasa seperti diolok-olokkan, orang itu menoleh ke belakang dan terlihat olehnya seorang laki-laki yang gagah, lagi tampan yang belum pernah dikenalinya. Orang itu Ialu berkata:

"Wahai orang tampan! Apakah engkau memang sengaja memperolok-olokkanku, kerana aku ini adalah orang Arab badwi? Kalaulah bukan kerana ketampananmu dan kegagahanmu, pasti engkau akan aku laporkan kepada kekasihku, Muhammad Rasulullah".

Mendengar kata-kata orang badwi itu, Rasulullah s.a.w. tersenyum, lalu bertanya:
"Tidakkah engkau mengenali Nabimu, wahai orang Arab?"
"Belum," jawab orang itu.
"Jadi bagaimana kau beriman kepadanya?"

"Saya percaya dengan mantap atas kenabiannya, sekalipun saya belum pernah melihatnya, dan membenarkan perutusannya, sekalipun saya belum pernah bertemu dengannya," kata orang Arab badwi itu pula.

Rasulullah s.a.w. pun berkata kepadanya: "Wahai orang Arab! Ketahuilah aku inilah Nabimu di dunia dan penolongmu nanti di akhirat!" Melihat Nabi di hadapannya, dia tercengang, seperti tidak percaya kepada dirinya..

""Tuan ini Nabi Muhammad?"
"Ya" jawab Nabi s.a.w. Dia segera tunduk untuk mencium kedua kaki Rasulullah s.a.w. Melihat hal itu, Rasulullah s.a.w. menarik tubuh orang Arab itu, seraya berkata kepadanya:

"Wahai orang Arab! janganlah berbuat serupa itu. Perbuatan serupa itu balasanya dilakukan oleh hamba sahaya kepada juragannya, Ketahuilah, Allah mengutusku bukan untuk menjadi seorang yang takabbur yang meminta dihormati, atau diagungkan, tetapi demi membawa berita gembira bagi orang yang beriman, dan membawa berita menakutkan bagi yang mengingkarinya."

Ketika itulah, Malaikat Jibril a.s. turun membawa berita dari langit dia berkata: "Ya Muhammad! Tuhan As-Salam mengucapkan salam kepadamu dan bersabda: "Katakanlah kepada orang Arab itu, agar dia tidak terpesona dengan belas kasih Allah. Ketahuilah bahawa Allah akan menghisabnya di hari Mahsyar nanti, akan menimbang semua amalannya, baik yang kecil maupun yang besar!" Setelah menyampaikan berita itu, Jibril kemudian pergi.

Maka orang Arab itu pula berkata:

"Demi keagungan serta kemuliaan Alloh, jika Alloh akan membuat perhitungan atas amalan hamba, maka hamba pun akan membuat perhitungan dengannya!"
"Apakah yang akan engkau perhitungkan dengan Alloh?" Rasulullah bertanya kepadanya.
'Jika Alloh akan memperhitungkan dosa-dosa hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa kebesaran maghfirahnya,' jawab orang itu. 'Jika Dia memperhitungkan kemaksiatan hamba, maka hamba akan memperhitungkan betapa keluasan pengampunan-Nya. Jika Dia memperhitungkan kekikiran hamba, maka hamba akan memperhitungkan pula betapa kedermawanannya.

Mendengar ucapan orang Arab badwi itu, maka Rasulullah s.a.w. pun menangis mengingatkan betapa benarnya kata-kata orang Arab badwi itu, air mata beliau meleleh membasahi Janggutnya. Lantaran itu Malaikat Jibril turun lagi seraya berkata:

"Ya Muhammad! Tuhan As-Salam menyampaikan salam kepadamu, dan bersabda: Berhentilah engkau dari menangis! Sesungguhnya kerana tangismu, penjaga Arasy lupa dari bacaan tasbih dan tahmidnya, sehingga la bergoncang. Katakan kepada temanmu itu, bahawa Allah tidak akan menghisab dirinya, juga tidak akan memperhitungkan kemaksiatannya. Allah sudah rnengampuni semua kesalahannya dan la akan menjadi temanmu di syurga nanti!" Betapa sukanya orang Arab badwi itu, apabila mendengar berita tersebut. la Ialu menangis kerana tidak berdaya menahan keharuan dirinya.

Yang Paling Menakjubkan Imannya

Suatu malam, menjelang waktu subuh, Rasulullah SAW bermaksud untuk wudhu. "Apakah ada air untuk wudhu?" beliau bertanya kepada para sahabatnya.

Ternyata tak ada seorang pun yang memiliki air. Yang ada hanyalah kantong kulit yang dibawahnya masih tersisa tetesan-tetesan air. Kantong itu pun dibawa ke hadapan Rasulullah. Beliau lalu memasukkan jari jemarinya yang mulia ke dalam kantong itu. Ketika Rasulullah mengeluarkan tangannya, terpancarlah dengan deras air dari sela-sela jarinya.

Para sahabat lalu segera berwudhu dengan air suci itu. Abdullah bin Mas'ud bahkan meminum air itu. Usai shalat subuh, Rasulullah duduk menghadapi para sahabatnya. Beliau bertanya, "Tahukah kalian, siapa yang paling menakjubkan imannya?"

Para sahabat menjawab, "Para malaikat." "Bagaimana para malaikat tidak beriman," ucap Rasulullah, "Mereka adalah pelaksana-pelaksana perintah Allah. Pekerjaan mereka adalah melaksanakan amanah-Nya."

"Kalau begitu, para Nabi, ya Rasulallah," berkata para sahabat.

"Bagaimana para nabi tidak beriman; mereka menerima wahyu dari Allah," jawab Rasulullah.

"Kalau begitu, kami; para sahabatmu," kata para sahabat.

"Bagaimana kalian tidak beriman; kalian baru saja menyaksikan apa yang kalian saksikan," Rasulullah merujuk kepada mukjizat yang baru saja terjadi.

"Lalu, siapa yang paling menakjubkan imannya itu, ya Rasulallah?" para sahabat bertanya.

Rasulullah menjawab, "Mereka adalah kaum yang datang sesudahku. Mereka tidak pernah berjumpa denganku; tidak pernah melihatku. Tapi ketika mereka menemukan Al-Kitab terbuka di hadapan, mereka lalu mencintaiku dengan kecintaan yang luar biasa; sehingga sekiranya mereka harus mengorbankan seluruh hartanya agar bisa berjumpa denganku, mereka akan menjual seluruh hartanya."

Hadis di atas dimuat dalam Tafsir Al-Dûr Al-Mantsûr, karya mufasir Jalaluddin Al-Syuyuti. Mudah-mudahan kita semua termasuk dalam kelompok ini; mereka yang tidak pernah bertemu dengan Rasulullah tetapi mencintainya dengan sepenuh hati.

Masih dalam kitab ini, diriwayatkan bahwa suatu saat Rasulullah SAW bersabda, "Berbahagialah mereka, para saudaraku (ikhwâni)." Para sahabat bertanya, "Apakah yang kau maksud dengan ikhwâni itu adalah kami,ya Rasulullah?" "Tidak," jawab Rasulullah, "Kalian adalah para sahabatku. Yang aku maksud dengan ikhwâni adalah mereka yang datang sesudahku."

Perjalanan Ikrimah dari Syirik menuju Tauhid

Hari ditaklukkannya kota Mekah atau “Fathul Makkah” merupakan hari penuh kegemilangan dalam sejarah Islam. Pada hari itu, Rasulullah saw dengan dua ribu umatnya menyerukan kalimat Labaik Allahumma labaik ketika memasuki kota Mekah. Kalimat ilahiah yang diserukan dengan penuh semangat keimanan itu sedemikian menyentuh qolbu sehingga seluruh rakyat Mekah terpukau olehnya.
Pada hari tersebut, Bilal dengan perintah Rasulullah saw telah memanjat bagian atas Ka’bah dan dengan seluruh kekuatannya, ia menyerukan azan dengan suara yang lebih merdu dibandingkan hari-hari sebelumnya. Saat itu, kota Mekah tenggelam dalam kegemilangan dan detik-detik ini terasa sungguh indah bagi umat Islam.
Rasulullah saw pada hari penaklukkan kota Mekah, mengeluarkan perintah pengampunan umum. Siapapun yang tidak melakukan perlawanan, akan diampuni. Namun demikian, Ikrimah putra Abu Jahal tetap merasa takut dan khawatir. Dia melarikan diri dari Mekah ke Yaman. Isteri Ikrimah yang bernama Ummu Hakim tetap tinggal di Mekah. Ia adalah seorang perempuan yang bijaksana dan cerdas. Sejak hari-hari pertama penaklukan Mekah, dia telah memeluk agama Islam. Namun, Ummu Hakim masih merasa khawatir atas nasib suaminya.
Sejenak, Ummu Hakim merasa ragu-ragu, apakah baik baginya untuk menemui Rasulullah untuk membicarakan nasib suaminya itu. Dia ingin meminta Rasulullah untuk memberi ampunan kepada suaminya. Rasa sedih dan khawatir yang menderanya serta kesiapannya untuk melakukan pengorbanan bagi suaminya, membuatnya mengambil keputusan untuk bertemu Rasulullah. Wajah Rasulullah yang mulia dan penuh kebaikan, membuat hati Ummu Hakim dipenuhi dengan harapan dan dia berkata, “Wahai Rasulullah, suamiku Ikrimah telah melarikan diri ke Yaman karena takut. Aku meminta agar engkau mengampuninya, sehingga dia bisa pulang kembali ke Mekah dan menebus masa lampaunya.”
Rasulullah saaw mengabulkan permintaan perempuan yang tidak punya tempat bernaung ini dan berkata, “Aku memberi perlindungan kepada Ikrimah. Siapapun yang melihatnya, janganlah mengganggunya.” Hati Ummu Hakim dipenuhi dengan rasa terharu. Dengan tidak sabar lagi dia melangkah keluar dari kota Mekah untuk mencari suaminya.
Setelah menempuh perjalanan yang jauh, Ummu Hakim menemui suaminya di pantai laut Tahamah. Saat itu, suaminya tengah berusaha untuk melarikan diri lewat jalan laut. Ketika Ikrimah melihat kedatangan istrinya, dia berkata, “Ummu Hakim, apa yang engkau lakukan di sini?” Ummu Hakim menjawab, “Ikrimah, aku datang setelah menemui seseorang yang berperilaku paling baik di antara seluruh manusia. Engkau cepat sekali membuat keputusan. Muhammad adalah manusia yang paling mulia. Dia merupakan manusia yang terpercaya. Janganlah engkau merasa takut. Aku telah memintakan pelindungan buatmu dari Muhammad.”
Ikrimah merasa tubuhnya menjadi lemah. Dengan perlahan-lahan dia duduk di atas tanah dan berkata, “Engkau telah memintakan perlindungan buatku?” Ummu Hakim berkata, “Muhammad merupakan Rasul Alloh. Dia telah memberikan hakku dan hakmu. Ikrimah, Muhammad tidak datang untuk berperang. Dia adalah pembawa berita damai dan persahabatan. Dia sedang berada di puncak kekuasaan, namun dia tetap memberikan ampunan kepada semua musuhnya dan menjamin keamanan mereka. Apakah engkau pernah menemui orang yang lebih besar dan lebih mulia darinya? Muhammad pembawa berita tauhid. Dia berkata, kita harus menyembah Alloh yang maha Esa. Jangan saling berkhianat. Manusia harus saling bersahabat. Perang dan permusuhan harus diketepikan dan amanah haruslah dipelihara. Tidakkah ucapan seperti ini menjamin kebaikan dan kebahagiaan?”
Mendengar ucapan istrinya, Ikrimah merasa tenang dan kemudian bersama isterinya, dia berjalan kembali ke kota Mekah. Sesampainya di Mekah, Ikrimah menemui Rasulullah saw dengan kepalanya tertunduk ke lantai karena merasa menyesal akan perbuatannya. Ketika Rasulullah saw melihat kedatangan Ikrimah, beliau berkata kepada sahabat-sahabatnya, “Ikrimah datang menemui kalian dalam keadaan mukmin dan muhajir. Janganlah kalian berkata sesuatu yang melukai perasaannya dan perasaan ayahnya. Janganlah kalian membuatnya sedih dan merasa terganggu.”
Ikrimah lalu duduk di dekat Rasulullah. Wajah Rasul yang bercahaya menarik hati Ikrimah. Dia tidak pernah melihat seseorang yang berada di puncak kuasa sedemikian baik dan tawadunya. Dia berkata kepada Rasulullah saw, “Isteriku melaporkan bahwa engkau telah memberikan aku perlindungan.” Rasulullah saw berkata, “Dia berkata benar. Keamananmu terjamin.”
Mendengar ucapan Rasulullah ini, hati Ikrimah menjadi terbuka dan ia pun memeluk agama Islam. Ia mengucapkan kalimat syahadah, “Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya.”
Rasulullah saw kemudian berdoa untuk Ikrimah. Lelaki muslim itu pun berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, apa saja perintah yang akan engkau berikan kepadaku, akan aku laksanakan.” Rasulullah saw berkata, “Berjanjilah bahwa engkau akan berkhidmat di jalan Allah dan berjihadlah.”
Ikrimah menjawab, “Wahai Rasulullah, aku akan menyerahkan sedekah di jalan Islam sebanyak dua kali lipat dari sedekah yang selama ini telah aku berikan ketika aku dalam keadaan syirik dan menyembah berhala.”
Dengan demikian, Ikrimah kini telah berlindung di bawah naungan Islam dan menjadi mukmin yang berkhidmat di jalan Allah.

Si Pelayan Raja Koshrou

Pada zaman hidupnya Rasulullah, hiduplah seorang pemuda tampan bernama Sahib. Ia tinggal bersama ayah dan ibunya di Yaman dengan bahagia. Ayah Sahib adalah seorang pelayan raja Khosrou, seorang raja Iran di Yaman. Hingga suatu hari, tentara Romawi menyerang Yaman dan Sahib termasuk di antara tawanan Yaman yang dibawa ke kota Roma. Akhirnya, Sahib menjalani hidup sebagai seorang budak di Roma dan di sana ia berusaha untuk mengenali budaya dan ilmu orang-orang Romawi.
Pada suatu hari, datanglah seorang pedagang Arab ke Roma. Ketika ia melihat Sahib, dia langsung tertarik dan membeli pemuda tampan itu. Pedagang Arab yang bernama Abdullah ibni Jud’an itu merupakan salah satu hartawan Mekah dan Sahib pun dibawanya ke kota Mekah untuk dijadikan sebagai pelayan di rumahnya. Pada suatu hari, Sahib mendengar berita mengenai seruan Rasulullah kepada warga Mekah. Dia pun berusaha untuk mengenal agama baru ini dengan lebih mendalam. Sahib juga mendengarkan kata-kata dari pihak penentang Rasulullah dengan sikap objektif, namun dia mendapati bahwa pendapat mereka itu tak lebih dari kejahilan, fanatisme, dan kebencian terhadap Rasulullah. Akhirnya, pada satu hari tanpa sepengetahuan tuannya, Sahib pergi ke rumah Nabi Muhammad saw.
Dengan penuh kehati-hatian karena khawatir terlihat oleh kaum musyrikin, Sahib melangkah menuju rumah Rasulullah. Menjelang sampai di sana, tampaklah olehnya Ammar bin Yasir, yang juga merupakan seorang budak. Ammar yang mengenali Sahib dan mengetahui keluasan pengetahuan budak itu, bertanya:
(Ammar): Wahai temanku Sahib, kemanakah engkau akan pergi?
(Sahib): Aku ingin ke rumah Muhammad. Aku ingin mengetahui lebih dalam tentang ajaran yang disampaikan olehnya.
(Ammar): Sahib, aku telah mendengar ucapannya. Percayalah, ada kekuatan besar di dalam jiwa dan nurani Muhammad. Kekuatan ini sedemikian besarnya sehingga ia dapat menarik semua manusia ke arahnya, kecuali mereka yang tidur dalam kelalaian.
(Narator): Ammar yang melihat betapa Sahib dengan penuh perhatian dan takjub menunggu kelanjutan kata-katanya, memegang tangan Sahib dan menatap mata temannya itu dalam-dalam.
(Ammar): Sahib, Muhammad mengatakan bahwa Tuhan itu esa dan hanya Dia yang layak disembah. Berhala hanyalah batu dan kayu semata. Muhammad berkata mengenai kasih sayang, saling mencintai, persahabatan, serta kejujuran. Dia berkata kebaikan hanya dapat dihasilkan di bawah naungan ketaatan pada Tuhan yang Esa. Berlandaskan kepada ayat-ayat Ilahi yang diturunkan kepadanya, Muhammad memberi nasihat supaya kita melepaskan diri dari kezaliman, kebohongan, pengkhianatan, peperangan, dan permusuhan. Muhammad menyeru manusia agar berpegang teguh kepada ajaran Islam yang merupakan agama penyelamat. Muhammad saaw juga mengetahui hakikat sejarah zaman lampau, baik zaman Nabi Musa, Nabi Isa dan Maryam serta para nabi Ilahi lainnya. Marilah kita bersama-sama ke rumahnya dan aku akan membawamu kepadanya.
(Narator): Ammar bin Yasir kemudian membawa Sahib menemui Rasulullah saw. Rasul menyambut kedatangan Sahib dengan penuh kehangatan dan keramahan. Wajah Rasulullah yang tenang dan menarik, kata-katanya yang memikat dan ayat-ayat wahyu yang indah, membuat jiwa dan nurani Sahib menjadi bergelora. Di saat matahari kian tenggelam, Sahib pun keluar dari rumah Rasulullah dengan wajah dan hati yang disinari cahaya keimanan. Sahib telah memeluk agama Islam. Tidak lama kemudian, Abdullah ibni Jud’an mengetahui bahwa budaknya telah masuk Islam. Ia menghampiri Sahib dengan kemarahan.
(Ibni Jud’an): Wahai Sahib, bukankah engkau pernah melihat kaisar Roma dan melihat istana besar Raja Khosrou?! Mengapa kini engkau bisa terpengaruh oleh kata-kata Muhammad?
(Narator): Sahib menjawab dengan suara yang penuh keyakinan dan keimanan: (Sahib): Kekuatan dan kekuasaan yang aku lihat dan aku dengar dari Muhammad tidak pernah kulihat di istana Kaisar Romawi maupun Raja Khosrou.
(Narator): Sahib pun disiksa oleh tuannya, sebagaimana kaum muslimin Mekah lainnya saat itu juga diganggu dan disiksa oleh orang-orang musyrik. Kemudian, Sahib berhasil bebas dari tuannya dan diapun berprofesi sebagai pedagang. Dari hasil perdagangannya, dia berhasil mengumpulkan sedikit harta. Ia kemudian mengambil keputusan untuk berhijrah ke Madinah seperti yang disarankan oleh Rasulullah saw. Dengan berbekal sedikit harta, Sahib lalu memulai perjalanannya ke Madinah. Di tengah perjalanan, ia dihadang beberapa orang musyrik yang menunggang kuda dan bersenjata.
(Narator): Penunggang kuda itu berkata kepada Sahib dengan kasar:
(Penunggang kuda): Wahai Sahib, Abu Sufyan memerintahkan supaya kami mengembalikan engkau ke Mekah.
(Sahib): Katakan kepadanya bahwa aku tidak akan pulang.
(Penunggang kuda): Jika demikian, kami akan mengambil hartamu dan membawanya ke Mekah. Ketika itu, engkau terpaksa mengikuti kami.”
(Narator): Kemudian para penunggang kuda itu merebut tali unta dari tangan Sahib dan membawanya ke arah Mekah. Di punggung unta itu, terikat seluruh harta benda milik Sahib. Sahib berteriak-teriak melampiaskan kemarahannya. Namun akhirnya ia terduduk tak berdaya. Ia merasa amat bingung. Haruskah ia kembali ke Mekah agar dapat memiliki lagi semua harta bendanya itu ataukah ia memelihara imannya dan meneruskan hijrah ke Madinah dengan tangan kosong?
Perlahan-lahan terdengar suara dari dalam hati Sahib yang menyadarkannya dari kegundahan. Sahib pun kembali teringat kepada suara Rasulullah yang dengan merdu menyampaikan ayat-ayat Ilahi. Ditatapnya dari kejauhan kaum musyrik penunggang kuda yang merebut untanya itu, yang semakin jauh melangkah ke arah Mekah. Namun Sahib telah menguatkan tekadnya. Ia mengambil keputusan untuk meneruskan langkah menuju Madinah dan berhijrah dengan penuh kepasrahan dan harapan atas rahmat Allah.

Yang Paling Menakjubkan Imannya

Suatu malam, menjelang waktu subuh, Rasulullah SAW bermaksud untuk wudhu. "Apakah ada air untuk wudhu?" beliau bertanya kepada para sahabatnya.

Ternyata tak ada seorang pun yang memiliki air. Yang ada hanyalah kantong kulit yang dibawahnya masih tersisa tetesan-tetesan air. Kantong itu pun dibawa ke hadapan Rasulullah. Beliau lalu memasukkan jari jemarinya yang mulia ke dalam kantong itu. Ketika Rasulullah mengeluarkan tangannya, terpancarlah dengan deras air dari sela-sela jarinya.

Para sahabat lalu segera berwudhu dengan air suci itu. Abdullah bin Mas'ud bahkan meminum air itu. Usai shalat subuh, Rasulullah duduk menghadapi para sahabatnya. Beliau bertanya, "Tahukah kalian, siapa yang paling menakjubkan imannya?"

Para sahabat menjawab, "Para malaikat." "Bagaimana para malaikat tidak beriman," ucap Rasulullah, "Mereka adalah pelaksana-pelaksana perintah Allah. Pekerjaan mereka adalah melaksanakan amanah-Nya."

"Kalau begitu, para Nabi, ya Rasulallah," berkata para sahabat.

"Bagaimana para nabi tidak beriman; mereka menerima wahyu dari Allah," jawab Rasulullah.

"Kalau begitu, kami; para sahabatmu," kata para sahabat.

"Bagaimana kalian tidak beriman; kalian baru saja menyaksikan apa yang kalian saksikan," Rasulullah merujuk kepada mukjizat yang baru saja terjadi.

"Lalu, siapa yang paling menakjubkan imannya itu, ya Rasulallah?" para sahabat bertanya.

Rasulullah menjawab, "Mereka adalah kaum yang datang sesudahku. Mereka tidak pernah berjumpa denganku; tidak pernah melihatku. Tapi ketika mereka menemukan Al-Kitab terbuka di hadapan, mereka lalu mencintaiku dengan kecintaan yang luar biasa; sehingga sekiranya mereka harus mengorbankan seluruh hartanya agar bisa berjumpa denganku, mereka akan menjual seluruh hartanya."

Hadis di atas dimuat dalam Tafsir Al-Dûr Al-Mantsûr, karya mufasir Jalaluddin Al-Syuyuti. Mudah-mudahan kita semua termasuk dalam kelompok ini; mereka yang tidak pernah bertemu dengan Rasulullah tetapi mencintainya dengan sepenuh hati.

Masih dalam kitab ini, diriwayatkan bahwa suatu saat Rasulullah SAW bersabda, "Berbahagialah mereka, para saudaraku (ikhwâni)." Para sahabat bertanya, "Apakah yang kau maksud dengan ikhwâni itu adalah kami,ya Rasulullah?" "Tidak," jawab Rasulullah, "Kalian adalah para sahabatku. Yang aku maksud dengan ikhwâni adalah mereka yang datang sesudahku."

Yang Paling Menakjubkan Imannya

Suatu malam, menjelang waktu subuh, Rasulullah SAW bermaksud untuk wudhu. "Apakah ada air untuk wudhu?" beliau bertanya kepada para sahabatnya.

Ternyata tak ada seorang pun yang memiliki air. Yang ada hanyalah kantong kulit yang dibawahnya masih tersisa tetesan-tetesan air. Kantong itu pun dibawa ke hadapan Rasulullah. Beliau lalu memasukkan jari jemarinya yang mulia ke dalam kantong itu. Ketika Rasulullah mengeluarkan tangannya, terpancarlah dengan deras air dari sela-sela jarinya.

Para sahabat lalu segera berwudhu dengan air suci itu. Abdullah bin Mas'ud bahkan meminum air itu. Usai shalat subuh, Rasulullah duduk menghadapi para sahabatnya. Beliau bertanya, "Tahukah kalian, siapa yang paling menakjubkan imannya?"

Para sahabat menjawab, "Para malaikat." "Bagaimana para malaikat tidak beriman," ucap Rasulullah, "Mereka adalah pelaksana-pelaksana perintah Allah. Pekerjaan mereka adalah melaksanakan amanah-Nya."

"Kalau begitu, para Nabi, ya Rasulallah," berkata para sahabat.

"Bagaimana para nabi tidak beriman; mereka menerima wahyu dari Allah," jawab Rasulullah.

"Kalau begitu, kami; para sahabatmu," kata para sahabat.

"Bagaimana kalian tidak beriman; kalian baru saja menyaksikan apa yang kalian saksikan," Rasulullah merujuk kepada mukjizat yang baru saja terjadi.

"Lalu, siapa yang paling menakjubkan imannya itu, ya Rasulallah?" para sahabat bertanya.

Rasulullah menjawab, "Mereka adalah kaum yang datang sesudahku. Mereka tidak pernah berjumpa denganku; tidak pernah melihatku. Tapi ketika mereka menemukan Al-Kitab terbuka di hadapan, mereka lalu mencintaiku dengan kecintaan yang luar biasa; sehingga sekiranya mereka harus mengorbankan seluruh hartanya agar bisa berjumpa denganku, mereka akan menjual seluruh hartanya."

Hadis di atas dimuat dalam Tafsir Al-Dûr Al-Mantsûr, karya mufasir Jalaluddin Al-Syuyuti. Mudah-mudahan kita semua termasuk dalam kelompok ini; mereka yang tidak pernah bertemu dengan Rasulullah tetapi mencintainya dengan sepenuh hati.

Masih dalam kitab ini, diriwayatkan bahwa suatu saat Rasulullah SAW bersabda, "Berbahagialah mereka, para saudaraku (ikhwâni)." Para sahabat bertanya, "Apakah yang kau maksud dengan ikhwâni itu adalah kami,ya Rasulullah?" "Tidak," jawab Rasulullah, "Kalian adalah para sahabatku. Yang aku maksud dengan ikhwâni adalah mereka yang datang sesudahku."

Yang Paling Menakjubkan Imannya

Suatu malam, menjelang waktu subuh, Rasulullah SAW bermaksud untuk wudhu. "Apakah ada air untuk wudhu?" beliau bertanya kepada para sahabatnya.

Ternyata tak ada seorang pun yang memiliki air. Yang ada hanyalah kantong kulit yang dibawahnya masih tersisa tetesan-tetesan air. Kantong itu pun dibawa ke hadapan Rasulullah. Beliau lalu memasukkan jari jemarinya yang mulia ke dalam kantong itu. Ketika Rasulullah mengeluarkan tangannya, terpancarlah dengan deras air dari sela-sela jarinya.

Para sahabat lalu segera berwudhu dengan air suci itu. Abdullah bin Mas'ud bahkan meminum air itu. Usai shalat subuh, Rasulullah duduk menghadapi para sahabatnya. Beliau bertanya, "Tahukah kalian, siapa yang paling menakjubkan imannya?"

Para sahabat menjawab, "Para malaikat." "Bagaimana para malaikat tidak beriman," ucap Rasulullah, "Mereka adalah pelaksana-pelaksana perintah Allah. Pekerjaan mereka adalah melaksanakan amanah-Nya."

"Kalau begitu, para Nabi, ya Rasulallah," berkata para sahabat.

"Bagaimana para nabi tidak beriman; mereka menerima wahyu dari Allah," jawab Rasulullah.

"Kalau begitu, kami; para sahabatmu," kata para sahabat.

"Bagaimana kalian tidak beriman; kalian baru saja menyaksikan apa yang kalian saksikan," Rasulullah merujuk kepada mukjizat yang baru saja terjadi.

"Lalu, siapa yang paling menakjubkan imannya itu, ya Rasulallah?" para sahabat bertanya.

Rasulullah menjawab, "Mereka adalah kaum yang datang sesudahku. Mereka tidak pernah berjumpa denganku; tidak pernah melihatku. Tapi ketika mereka menemukan Al-Kitab terbuka di hadapan, mereka lalu mencintaiku dengan kecintaan yang luar biasa; sehingga sekiranya mereka harus mengorbankan seluruh hartanya agar bisa berjumpa denganku, mereka akan menjual seluruh hartanya."

Hadis di atas dimuat dalam Tafsir Al-Dûr Al-Mantsûr, karya mufasir Jalaluddin Al-Syuyuti. Mudah-mudahan kita semua termasuk dalam kelompok ini; mereka yang tidak pernah bertemu dengan Rasulullah tetapi mencintainya dengan sepenuh hati.

Masih dalam kitab ini, diriwayatkan bahwa suatu saat Rasulullah SAW bersabda, "Berbahagialah mereka, para saudaraku (ikhwâni)." Para sahabat bertanya, "Apakah yang kau maksud dengan ikhwâni itu adalah kami,ya Rasulullah?" "Tidak," jawab Rasulullah, "Kalian adalah para sahabatku. Yang aku maksud dengan ikhwâni adalah mereka yang datang sesudahku."