Hatib melewati jalan yang jauh. Saat ini dia telah tiba di Laut Merah dan sedang menanti sebuah kapal untuk membawanya ke seberang lautan. Hatib bermaksud pergi ke kota Iskandariah karena ia membawa sebuah surat penting dari Rasulullah saaw untuk Gubernur Mesir. Adakalanya rasa khawatir menyergap ke dalam jiwanya. Dia mengkhawatirkan kemampuannya sendiri untuk dapat menyempaikan kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah kepada Gubernur Mesir. Dia berpikir sendirian tentang cara yang harus dilakukannya dalam menyampaikan surat Rasulullah kepada gubernur Mesir. Dia mereka-reka sendiri, ucapan apa yang pertama kali harus disampaikannya dan bagaimana caranya agar ia bisa menyampaikan pesan Rasulullah tanpa ada kekurangan sedikitpun.
Hatib adalah seorang lelaki mukmin yang bijaksana dan penuh keimanan. Setiap kali dia merasa ragu dan bimbang, dia akan membaca ayat Al-Quran agar jiwanya menjadi tenteram. Akhirnya, sepanjang perjalanan, ia terus-menerus membaca Al-Quran hingga akhirnya dia tiba di Iskandariah, ibu kota Mesir. Hatib langsung pergi ke istana Gubernur Mesir dan meminta izin untuk bertemu dengannya. Gubernur Mesir yang bernama Muqauqis sebelumnya telah mendengar tentang munculnya seorang Rasul di bumi Hijaz. Saat mendengar bahwa seorang utusan Rasul telah datang untuk menemuinya, segera saja dia memerintahkan agar Hatib dibawa ke hadapannya. Hatib melangkah masuk dengan penuh ketenangan dan keyakinan. Ketika dia telah sampai ke hadapan Muqauqis, dengan penuh sopan, ia memberikan salam dan berkata:
“Aku diutus oleh Muhammad, rasulullah. Aku membawa sekeping surat untukmu”
Muqouqis mengambil surat itu, kemudia ia membuka dan membacanya:
“Bismillah rhn rhm, dari Muhammad, anak Abdullah kepada Muqouqis, pemimpin rakyat Mesir. Salam bagi para pengikut hidayah. Aku menyeru engkau kepada agama Islam. Engkau akan selamat dan aman jika engkau masuk Islam. Wahai ahli kitab, kami mengundang engkau untuk kembali kepada keyakinan asal di mana antara kami dan engkau adalah sama, bahwa kita tidak menyembah selain dari Tuhan dan kita tidak menyekutukannya. Sebagian dari kami tidak menuhankan sebagian yang lain. Oleh karena itu, jika Ahli Kitab tidak menerimanya, maka katakanlah bahwa kami adalah orang-orang Islam.”
Selepas membaca surat itu, Gubernur Mesir tenggelam dalam pikirannya. Sebelumnya, dia telah membaca di dalam Injil dan kitab-kitab agama Kristen yang lain, bahwa Nabi Isa as telah memberitahu umatnya mengenai kedatangan nabi yang terakhir. Di sisi lain, dia juga telah mendengar berita mengenai kepribadian, perilaku, dan sifat Rasulullah, yang membuat dia menyadari bahwa bahwa Muhammad adalah nabi terakhir. Namun, kekuasaan dan kedudukan yang dimilikinya sebagai Gubernur Mesir, membuatnya enggan untuk mengakui hakikat ini. Setelah beberapa saat merenung dan berdiam diri, Muqauqis bertanya kepada Hatib:
“Jika Muhammad memang benar-benar utusan Tuhan, mengapa penentangnya berhasil mengusirnya keluar dari kota Mekah dan dia terpaksa tinggal di Madinah? Mengapa dia tidak melaknat mereka agar mereka hancur dan musnah? Nabi Isa adalah seorang Nabi dan engkau adalah pengikut ajaran Isa. Mengapa ketika orang-orang Yahudi berencana untuk membunuhnya, Nabi Isa tidak melaknat mereka agar Tuhan menghancurleburkan mereka?”
Gubernur Mesir tercengang ketika mendapatkan jawaban yang sedemikian logis dan berani. Iapun memuji-muji Hatib:
“Bagus, bagus, engkau adalah seorang lelaki yang berpengetahuan luas dan sesungguhnya engkau memang datang dari seorang lelaki yang berpengetahuan.”
“Wahai Gubernur Mesir, sebelum engkau menjadi gubernur di sini, seseorang bernama Firaun telah menjadi pemimpin Mesir dan dia menganggap dirinya sebagai Tuhan. Lalu Tuhan telah menghancurkan mereka supaya kehidupan mereka dijadikan pelajaran buat kalian. Kini, berusahalah supaya kalian tidak menjadi contoh buruk kepada orang lain.”
Mendengar perkataan Hatib, Muqouqis kembali tenggelam dalam pikirannya. Dia terlihat seperti orang yang bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya serta apa yang harus dikatakannya kepada Hatib. Muqouqis kemudian mengangkat kepalanya dan menatap mata Hatib. Dari cahaya mata lelaki muslim itu, ia dapat merasakan dengan jelas keikhlasan dan kejujurannya. Kemudian, Hatib sekali lagi memecahkan kesunyian dengan berkata:
“Para pemimpin Mekah bersikap keras terhadap Muhammad dan memeranginya. Orang-orang Yahudi dengan sikap dengki memusuhinya. Tetapi, kelompok yang paling dekat dengan Muhammad ialah orang-orang Kristen, karena Isa al Masih telah menyampaikan berita tentang kedatangan nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad. Kini kami menyeru kalian untuk mematuhi Muhammad dan mengikuti Al-Quran. Setiap bangsa yang mendengarkan seruan Nabi haruslah mengikutinya.”
Perbincangan Hatib, utusan Rasulullah dengan pemimpin Mesir telah berakhir. Tetapi, Muqouqis tidak memberikan jawaban yang diinginkan. Hatib selama beberapa hari menanti jawaban surat dari Gubernur Mesir untuk dibawanya kepada Rasulullah saaw. Akhirnya, suatu hari Muqouqis meminta Hatib untuk menemuinya. Muqouqis berkata:
“Dari kata-katamu, aku memahami bahwa Muhammad adalah Nabi terakhir, tetapi jika aku memeluk agamamu, rakyatku akan membenciku dan menolakku sebagai pemimpin. Aku berharap semoga rakyat Mesir dapat mengambil manfaat dari kedatangan Nabi Muhammad dan agama Islam. Oleh karena itu, rahasiakanlah perbincangan antara aku dan engkau.
Kemudian Muqouqis memerintahkan seseorang dari penulisnya yang memahami bahasa Arab untuk menulis surat buat Rasulullah saw, yang isinya sebagai berikut:
“Kepada Nabi Muhammad putra Abdullah, dari Muqouqis gubernur Mesir. Salam bagimu. Aku telah membaca suratmu dan aku telah memahami maksudmu dan hakikat dari seruanmu. Aku menyambut baik kedatangan utusanmu.”
Muqouqis juga menulis tentang hadiah yang disertakan bersama surat tersebut dan mengakhiri surat tersebut dengan kalimat “Salam Bagimu”. Dengan demikian, Muqouqis dalam hatinya telah menerima seruan nabi, tetapi dia menghindar untuk mengungkapkannya secara terang-terangan. Hatib pun kemudian diantarkan ke Syam oleh sebagian pengawal Muqouqis. Dari Syam, Hatib melanjutkan perjalanan ke Madinah. Sesampainya di Madinah, Hatib segera Hatib menyerahkan surat Muqouqis. Setelah membaca surat Muqouqis, Rasulullah saw memandang ke kejauhan dan bersabda:
“Islam akan segera menyebar di bumi Mesir.”
Hatib adalah seorang lelaki mukmin yang bijaksana dan penuh keimanan. Setiap kali dia merasa ragu dan bimbang, dia akan membaca ayat Al-Quran agar jiwanya menjadi tenteram. Akhirnya, sepanjang perjalanan, ia terus-menerus membaca Al-Quran hingga akhirnya dia tiba di Iskandariah, ibu kota Mesir. Hatib langsung pergi ke istana Gubernur Mesir dan meminta izin untuk bertemu dengannya. Gubernur Mesir yang bernama Muqauqis sebelumnya telah mendengar tentang munculnya seorang Rasul di bumi Hijaz. Saat mendengar bahwa seorang utusan Rasul telah datang untuk menemuinya, segera saja dia memerintahkan agar Hatib dibawa ke hadapannya. Hatib melangkah masuk dengan penuh ketenangan dan keyakinan. Ketika dia telah sampai ke hadapan Muqauqis, dengan penuh sopan, ia memberikan salam dan berkata:
“Aku diutus oleh Muhammad, rasulullah. Aku membawa sekeping surat untukmu”
Muqouqis mengambil surat itu, kemudia ia membuka dan membacanya:
“Bismillah rhn rhm, dari Muhammad, anak Abdullah kepada Muqouqis, pemimpin rakyat Mesir. Salam bagi para pengikut hidayah. Aku menyeru engkau kepada agama Islam. Engkau akan selamat dan aman jika engkau masuk Islam. Wahai ahli kitab, kami mengundang engkau untuk kembali kepada keyakinan asal di mana antara kami dan engkau adalah sama, bahwa kita tidak menyembah selain dari Tuhan dan kita tidak menyekutukannya. Sebagian dari kami tidak menuhankan sebagian yang lain. Oleh karena itu, jika Ahli Kitab tidak menerimanya, maka katakanlah bahwa kami adalah orang-orang Islam.”
Selepas membaca surat itu, Gubernur Mesir tenggelam dalam pikirannya. Sebelumnya, dia telah membaca di dalam Injil dan kitab-kitab agama Kristen yang lain, bahwa Nabi Isa as telah memberitahu umatnya mengenai kedatangan nabi yang terakhir. Di sisi lain, dia juga telah mendengar berita mengenai kepribadian, perilaku, dan sifat Rasulullah, yang membuat dia menyadari bahwa bahwa Muhammad adalah nabi terakhir. Namun, kekuasaan dan kedudukan yang dimilikinya sebagai Gubernur Mesir, membuatnya enggan untuk mengakui hakikat ini. Setelah beberapa saat merenung dan berdiam diri, Muqauqis bertanya kepada Hatib:
“Jika Muhammad memang benar-benar utusan Tuhan, mengapa penentangnya berhasil mengusirnya keluar dari kota Mekah dan dia terpaksa tinggal di Madinah? Mengapa dia tidak melaknat mereka agar mereka hancur dan musnah? Nabi Isa adalah seorang Nabi dan engkau adalah pengikut ajaran Isa. Mengapa ketika orang-orang Yahudi berencana untuk membunuhnya, Nabi Isa tidak melaknat mereka agar Tuhan menghancurleburkan mereka?”
Gubernur Mesir tercengang ketika mendapatkan jawaban yang sedemikian logis dan berani. Iapun memuji-muji Hatib:
“Bagus, bagus, engkau adalah seorang lelaki yang berpengetahuan luas dan sesungguhnya engkau memang datang dari seorang lelaki yang berpengetahuan.”
“Wahai Gubernur Mesir, sebelum engkau menjadi gubernur di sini, seseorang bernama Firaun telah menjadi pemimpin Mesir dan dia menganggap dirinya sebagai Tuhan. Lalu Tuhan telah menghancurkan mereka supaya kehidupan mereka dijadikan pelajaran buat kalian. Kini, berusahalah supaya kalian tidak menjadi contoh buruk kepada orang lain.”
Mendengar perkataan Hatib, Muqouqis kembali tenggelam dalam pikirannya. Dia terlihat seperti orang yang bingung dan tidak tahu apa yang harus dilakukannya serta apa yang harus dikatakannya kepada Hatib. Muqouqis kemudian mengangkat kepalanya dan menatap mata Hatib. Dari cahaya mata lelaki muslim itu, ia dapat merasakan dengan jelas keikhlasan dan kejujurannya. Kemudian, Hatib sekali lagi memecahkan kesunyian dengan berkata:
“Para pemimpin Mekah bersikap keras terhadap Muhammad dan memeranginya. Orang-orang Yahudi dengan sikap dengki memusuhinya. Tetapi, kelompok yang paling dekat dengan Muhammad ialah orang-orang Kristen, karena Isa al Masih telah menyampaikan berita tentang kedatangan nabi terakhir, yaitu Nabi Muhammad. Kini kami menyeru kalian untuk mematuhi Muhammad dan mengikuti Al-Quran. Setiap bangsa yang mendengarkan seruan Nabi haruslah mengikutinya.”
Perbincangan Hatib, utusan Rasulullah dengan pemimpin Mesir telah berakhir. Tetapi, Muqouqis tidak memberikan jawaban yang diinginkan. Hatib selama beberapa hari menanti jawaban surat dari Gubernur Mesir untuk dibawanya kepada Rasulullah saaw. Akhirnya, suatu hari Muqouqis meminta Hatib untuk menemuinya. Muqouqis berkata:
“Dari kata-katamu, aku memahami bahwa Muhammad adalah Nabi terakhir, tetapi jika aku memeluk agamamu, rakyatku akan membenciku dan menolakku sebagai pemimpin. Aku berharap semoga rakyat Mesir dapat mengambil manfaat dari kedatangan Nabi Muhammad dan agama Islam. Oleh karena itu, rahasiakanlah perbincangan antara aku dan engkau.
Kemudian Muqouqis memerintahkan seseorang dari penulisnya yang memahami bahasa Arab untuk menulis surat buat Rasulullah saw, yang isinya sebagai berikut:
“Kepada Nabi Muhammad putra Abdullah, dari Muqouqis gubernur Mesir. Salam bagimu. Aku telah membaca suratmu dan aku telah memahami maksudmu dan hakikat dari seruanmu. Aku menyambut baik kedatangan utusanmu.”
Muqouqis juga menulis tentang hadiah yang disertakan bersama surat tersebut dan mengakhiri surat tersebut dengan kalimat “Salam Bagimu”. Dengan demikian, Muqouqis dalam hatinya telah menerima seruan nabi, tetapi dia menghindar untuk mengungkapkannya secara terang-terangan. Hatib pun kemudian diantarkan ke Syam oleh sebagian pengawal Muqouqis. Dari Syam, Hatib melanjutkan perjalanan ke Madinah. Sesampainya di Madinah, Hatib segera Hatib menyerahkan surat Muqouqis. Setelah membaca surat Muqouqis, Rasulullah saw memandang ke kejauhan dan bersabda:
“Islam akan segera menyebar di bumi Mesir.”
No comments:
Post a Comment