Wednesday, January 28, 2009

Batalkah Wudu Jika Bersentuhan Dengan Lain Jenis (Bukan Mahrom)??

''Bersentuhan dengan lain jenis mengakibatkan batalnya wudlu jika disertai dengan syahwat atau disengaja untuk mencari kenikmatan''.

Sebelum mengetahui perselisihan terlebih dahulu kita ketahui kesepakatan dalam masalah ini,yaitu tidak batalnya wudlu seseorang ketika bersentuhan dengan lain jenin jika menggunakan penghalang yang menurut panadangan umum penghalang tersebut sudah dianggap tebal,juga ketika bersentuhan dengan anggota badan yang tidak mempunyai perasa seperti rambut,kuku dan gigi.adapun perselisihan (ikhtilaf)dalam masalah ini sebagai berikut :

Pendapat Pertama
Menurut madzhab Syafiiyah,bersentuhan dengan lain jenis mengakibatkan batalnya wudlu,yaitu bersentuhan antara laki-laki dan perempuan yang sudah baligh kecuali dengan mahrom.baik yang menyentuh ataupun yang disentuh keduanya batal.bersentuhan dengan banci,atau banci sesame banci menurut pendapat ini tidak mengakibatkan batalnya wudlu kecuali disertai dengan syahwat.

Dalil pendapat pertama Syafiiyah mengambil dalil dari Al-qur'an,yaitu surat Annisa ayat 43 yang berbunyi :

أو لامستم النساء

Artinya ''…atau bersentuhan dengan perempuan…''

Dalam memahami ayat di atas,pendapat ini mengartikan laamasa dengan arti hakiki yaitu,bersenntuhan antara kulit dengan kulit atau tangan dengan kulit lainya.

Pendapat Kedua

Bersentuhan dengan lain jenis tidak membatalkan wudlu jika tidak disengaja atau tanpa disertai syahwat (tidak bermaksud mencari kenikmatan).orang yang disentuh wudlunya tidak batal,kecuali ia menikmati sentuhan tersebut. Ini adalah pendapat Hanfiyah,Malikiyah dan Hanabilah.

Akan tetapi,Hanfiyah agak longgar dalam masalah ini. Ia berpendapat bahwa bersentuhan yang membatalkan wudlu adalah bertemunya dua alat kelamin laki-laki dan perempuan (jima'), sehingga dengan sendirinya Hanafiyah juga sependapat bahwa sekedar bersentuhan (bukan jima') yang tidak disertai dengan syahwat tidak membatalkan wudlu.

Dalil pendapat kedua :

Hadist yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi yang sanadnya sampai kepada Aisyah RA :


عن عائشة – رضى الله عنها- قا لت أن النبى صلى الله عليه وسلم قبّل بعض نسائه ثم خرج الى الصلاة ولم يتوضا.

Artinya: ''Dari aisyah beliau berkata : Rasulluloh saw mencium salah seorang istrinya,setelah itu shalat dengan tanpa wudlu lagi''

Adapun Hanafiyah,menggunakan dalil seperti yang digunakan oleh Syafiiyah yaitu,surat Annisa ayat :43.Namun, Hanafiyah menafsirkan bahwa ''bersentuhan'' atau (laamasa)yang dimaksud dalam ayat tersebut adalah jima'.

Para ulama ketika berijtihad untuk memilih pendapat yang rajih (pendapat yang kuat) tidak menentukan pilihan begitu saja,akan tetapi dengan mengadakan berbagai macam riset dan muqaranah juga tidak lepas dari perdebatan sehat antara madzhab.

Perdebatan di bawah ini adalah perdebatan antara Syafiiyah dengan jumhur yang dalam hal ini jumhur adalah (Hanifiyah,Malikyah dan Hanabilah).

Sanggahan terhadap jumhur :

1.Imam Nawawi mengatakan,menurut kesepakatan para penghafal hadist,hadist yang dijadikan dalil oleh jumhur adalah dhaif (lemah).Ulama lain juga yang mengatakan bahwa hadist tersebut dhaif adalah Sufyan Atsaury,Yahya bin said al-Qattan,Ahmad bin Hambal,Abu Dawud,Abu Bakar Annaysaburi,Abu Al-Hasam Addaruquthni,Abu Bakar Al-Baihaqi dan lain-lain.Bahkan Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa,hadist tersebut adalah mursal (hadist yang sandnya dari tabiin langsung kepada rasul tanpa melewati sahabat).

Jawaban :

Jika hadist yang kami (jumhur) jadikan dalil dianggap dhaif atu lemah,mak itu tidak benar adanya karena hadist tersebut telah diriwayatkan oleh berbagai riwayat Waqi' dari A'masy dari Habib dari Urwah dan sampai kepada Aisyah.
2.Seandainya hadist tersebut benar shahih,mak telah di-naskh (dihapus) hukumnya dengan surat annisa ayat 43: أو لامستم النساء.... Sehingga hukumnya tidak berlaku lagi.

Jawaban :


Suatu hukum bila di-naskh tentu karena ada pertentangan antara hukum yang ada dengan hukum yang dating selanjtnya, baik dikarenakan pertentangan waktu,tempat maupun kondisi masyarakat,akan tetapi dalam hal ini iidak ditemukan adanya pertentangan ataupun syarat-syarat yang menyebabkan hadist tersebut di-naskh.

3.Kemungkinan maksud dari ciuman Rasul SAW dalam hadist terhadap istri beliau adalah ciuman dengan menggunakan penghalang, yaitu dengan kain atau semacamnya.

Jawaban :

Seandainya Rasul SAW.mencium istrinya dengan berlembarkan kain, maka tidak akan kita bahas lagi,karena mencium orang yang dikasihi lazimnya tanpa menggunakan penghalang. Aisyah r.a pun tidak menjelaskan bahwa Rasululloh SAW.mencium dengan menggunakan penghalang.

Kesimpulan

Kalau kita lihat akhir perdebatan di atas,sepertinya pendapat jumhur lah yang lebih bias kita terima. Akan tetapi seandainya kita sepakat dengan jumhur kita juga boleh untuk tidak sepakat dengan Hanafiyah yang menganggap tidak batal segala sentuhan dengan lain jenis kecuali jima' karena penafsiran tersebut terlalu longgar bila di praktekan dalam kehidupan sehari-hari. Seandainya setuju dengan pendapat Hanafiyah,rasanya sudah tidak ada lagi penghormatan hamba kepada Alloh SWT yang Maha Suci,bukan berarti dengan bersentuhan badan kita akan menjadi najis atau kotor akan tetapi kemungkinan hati kita yang akan menjadi kotor karena akan berbaur perasaan ber-istihdzar (berusaha menghadirkan Alloh SWT dalam hati). Dengan ingatan terhadap orang yang baru saja di sentuh.wassalam…

Sumber :
Sujud di Bawah Pelangi (Polemik Fiqih Shalat di Indonesia) ICMI ORSAT Cairo,
Nurunnasihin
Fiqih Muqorin, Dr.Abdul Fatah Kabaroh

No comments:

Post a Comment