Monday, January 19, 2009

Hukum Tahlil dan jamuannya

1.Masalah Tahlil

Tahlil telah menjadi perdebatan yang sampai sekarang belum menacpai kesepakatan. Tanpa ikut berpolemik, sedikit kami uraikan permasalahan tahlil dan tawassul yang menurut sebagian orang dianggap bid'ah dan syirik.

Arti tahlil secara lafdzi adalah bacaan kalimat Thayyibah (لااله الا الله). Namun kemudian kalimat tahlil menjadi sebuah istilah dari rangkaian bacaan beberapa dzikir, alqur'an dan do'a tertentu yang dibaca untuk mendo'akan orang yang sudah mati. Ketika diucapkan kata-kata tahlil pengertiannya berubah seperti itu.

Tahlil pada mulanya ditradisikan oleh Wali Sanga. Seperti yang telah kita ketahui, yang paling berjasa menyebarkan ajaran Islam di indonesia adalah Wali Sanga. keberhasilan da'wah Wali Sanga ini tidak lepas dari cara dakwahnya yang mengedepankan metode kultural atau budaya. Wali Sanga mengajarkan nilai-nilai Islam secara luwes mereka tidak secara frontal menentang tradisi-tradisi hindu yang telah mengakar kuat di masyarakat, namun membiarkan tradisi itu berjalan hanya saja isinya diganti dengan nilai nilai islam, tradisi dulu bila ada orang mati maka sanak famili dan tetangga berkumpul dirumah duka yang dilakukan bukannya mendo'akan simati malah bergadang dengan melakukan hal yang lainya.

Wali Sanga tidak serta merta membubarkan tradisi tersebut, masyarakat dibiarkan tetap berkumpul namun acaranya diganti dengan mendoakan pada mayit, jadi tahlil dengan pengertian diatas sebelum Wali Sanga tidak dikenal.

Kalau begitu Tahlil itu bid'ah! Setiap perbuatan bid'ah sesat ! setiap sesat masuk neraka?

Tunggu dulu, anda berada didepan Komputer ini juga bid'ah sebab tidak pernah di kerjakan oleh nabi S A W kalau begitu anda sesat dan masuk neraka? Akal sesat pasti menolak logika seperti ini.

Ulama membagi bid'ah menjadi dua ,bid'ah hasanah dan bid'ah sayyiah , sedangkan bid'ah hasanah sama sekali tidak sesat meskipun tidak pernah dikerjakan oleh nabi jadi ukurannya bukan pernah dikerjakan oleh nabi atau tidak , namun lebih luas dari itu, apakah sesuai dengan syariat atau tidak ! yang dimaksudkan syariat disini tentu saja dalil dalil alquran sunnah ,atsarus shahabah , Ijma' dan qiyas . jika melakukan sesuatu yang bertentangan dengan dalil dalil tersebut maka sesat.

Sekarang kita lihat apakah dalam tahlil ada yang bertentangan dengan syari'at ? tidak ada, tahlil adalah serangkaian kalimat yang berisi dzikir, bacaan alqur'an, yang disusun untuk sekedar mudah untuk di ingat, biasanya dibaca secara berjemaah yang pahalanya dihadiahkan pada mayit , rangkaian bacaan yang ada mempunyai keutamaan yang mempunyai dasar yang kuat, dari sisi ini jelas tahlil tidak ada yang bertentangan dengan syariat.

Jika yang dipermasalahkan adalah sampai dan tidaknya pahala maka perdebatan tidak akan menemui ujung usai, sebab itu masalah khilafiyah dengan argumen masing-masing ada yang mengatakan pahalanya bisa sampai ada yang mengatakan tidak, pendeknya ulama' sepakat untuk tidak sepakat , ya sudah jangan dipermasalahkan lagi.

Hemat kita urusan pahala adalah masalah penilaian Allah SWT yang tidak bisa di intervensi (dicampuri) oleh siapapun. Kita yang membaca tahlil esensinya kan berdo'a semoga pahala bacaan kita disampaikan kepada mayit.

Lepas dari Khilafiyah itu KH Sahal Mahfud, berpendapat bahwa acara tahlilan yang sudah mentradisi hendaknya terus dilestarikan sebagai salah satu budaya yang bernilai islami dalam rangka melaksanakan ibadah sosial sekaligus meningkatkan dzikir kepada Allah.

2. Hukum memberi jamuan dalam tahlilan

Memberi jamuan yang biasa diadakan ketika ada orang mati, itu diperbolehkan. Banyak dari kalangan ulama yang mengatakan bahwa seperti itu termasuk ibadah yang terpuji dan , memang, dianjurkan dengan berbagai alasan. Karena hal itu, kalau ditilik dari segi jamuannya adalah termasuk sadaqah ”yang, memang, dianjurkan oleh agama menurut kesepakatan ulama'.yang pahalanya dihadiyahkan pada orang yang telah mati. Dan lebih dari itu, ada tujuan lain yang ada di balik jamuan tersebut, yaitu,(1) ikramud dlaif (memulyakan tamu) (2) bersabar menghadapi musibah. (3) tidak menampakkan rasa susah dan gelisah kepada orang lain. Ketiga masalah tersebut, semuanaya, termasuk ibadah dan perbuatan taat yang diridhoi oleh Allah AWT serta pelakunya akan mendapatkan pahala yang besar.

Dengan catatan biaya jamuan tersebut tidak diambilkan dari harta ahli waris yang berstatus mahjuralaih. Apabila biaya jamuan tersebut diambilakan harta ahli waris yang berstatus mahjuralaih.(seperti anak yatim), maka hukumnya tidak bolehkan.

Adapun mengkhususkan selamatan pada mayit pada hari-hari tertentu adalah bid'ah yang tidak ada dasar hukumnya, selamatan pada hari-hari itu juga tidak ada keutamaan atau manfaatnya keterangan dalam kitab Mataliâud daqoâiq yang menyatakan bahwa selamatan pada hari 3, 7, 40, 100 dst itu mempunyai keutamaan karena terkait dengan keberadaan atau proses yang dialami mayit dialam kubur adalah tidak benar.

Namun demikian shadakah itu sama sekali tidak mengurangi nilai pahala sedekah yang pahalanya dihadiahkan pada mayit seperti penjelasan diatas. ada beberapa ulama seperti Syaikh Imam Nawawi Syaikh ismail dan yang lainya menyatakan, bersedekah untuk orang yang telah meninggal dunia itu sunnah(matlub) Cuma hal itu tidak boleh disengaja dikaitkan dengan hari-hari yang telah mentradisi di suatu komunitas masyarakat. Malah jika acara tersebut dimaksudkan untuk meratapi mayit, maka haram.(cepsalse)


Dari berbagai sumber

6 comments:

  1. Muktamar Nahdlatul Ulama (NU) memutuskan bahwa selamatan kenduri kematian setelah hari wafat, hari ketiga, ketujuh dll adalah : MAKRUH, RATAPAN TERLARANG, BID’AH TERCELA (BID’AH MADZMUMAH), OCEHAN ORANG-ORANG BODOH.
    Berikut apa yang tertulis pada keputusan itu :

    MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU)
    KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926
    TENTANG
    KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH


    MUKTAMAR I NAHDLATUL ULAMA (NU)
    KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926 TENTANG KELUARGA MAYIT MENYEDIAKAN MAKAN KEPADA PENTAKZIAH

    TANYA :
    Bagaimana hukumnya keluarga mayat menyediakan makanan untuk hidangan kepada mereka yang datang berta’ziah pada hari wafatnya atau hari-hari berikutnya, dengan maksud bersedekah untuk mayat tersebut? Apakah keluarga memperoleh pahala sedekah tersebut?

    JAWAB :
    Menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh itu hukumnya MAKRUH, apabila harus dengan cara berkumpul bersama-sama dan pada hari-hari tertentu, sedang hukum makruh tersebut tidak menghilangkan pahala itu.


    KETERANGAN :
    Dalam kitab I’anatut Thalibin Kitabul Janaiz:
    “MAKRUH hukumnya bagi keluarga mayit ikut duduk bersama orang-orang yang sengaja dihimpun untuk berta’ziyah dan membuatkan makanan bagi mereka, sesuai dengan hadits riwayat Ahmad dari Jarir bin Abdullah al Bajali yang berkata: ”kami menganggap berkumpul di (rumah keluarga) mayit dengan menyuguhi makanan pada mereka, setelah si mayit dikubur, itu sebagai bagian dari RATAPAN ( YANG DILARANG ).”

    Dalam kitab Al Fatawa Al Kubra disebutkan :
    “Beliau ditanya semoga Allah mengembalikan barokah-Nya kepada kita. Bagaimanakah tentang hewan yang disembelih dan dimasak kemudian dibawa di belakang mayit menuju kuburan untuk disedekahkan ke para penggali kubur saja, dan tentang yang dilakukan pada hari ketiga kematian dalam bentuk penyediaan makanan untuk para fakir dan yang lain, dan demikian halnya yang dilakukan pada hari ketujuh, serta yang dilakukan pada genap sebulan dengan pemberian roti yang diedarkan ke rumah-rumah wanita yang menghadiri proses ta’ziyah jenazah.
    Mereka melakukan semua itu tujuannya hanya sekedar melaksanakan kebiasaan penduduk setempat sehingga bagi yang tidak mau melakukannya akan dibenci oleh mereka dan ia akan merasa diacuhkan. Kalau mereka melaksanakan adat tersebut dan bersedekah tidak bertujuan (pahala) akhirat, maka bagaimana hukumnya, boleh atau tidak? Apakah harta yang telah ditasarufkan, atas keingnan ahli waris itu masih ikut dibagi/dihitung dalam pembagian tirkah/harta warisan, walau sebagian ahli waris yang lain tidak senang pentasarufan sebagaian tirkah bertujuan sebagai sedekah bagi si mayit selama satu bulan berjalan dari kematiannya. Sebab, tradisi demikian, menurut anggapan masyarakat harus dilaksanakan seperti “wajib”, bagaimana hukumnya.”
    Beliau menjawab bahwa semua yang dilakukan sebagaimana yang ditanyakan di atas termasuk BID’AH YANG TERCELA tetapi tidak sampai haram (alias makruh), kecuali (bisa haram) jika prosesi penghormatan pada mayit di rumah ahli warisnya itu bertujuan untuk “meratapi” atau memuji secara berlebihan (rastsa’).
    Dalam melakukan prosesi tersebut, ia harus bertujuan untuk menangkal “OCEHAN” ORANG-ORANG BODOH (yaitu orang-orang yang punya adat kebiasaan menyediakan makanan pada hari wafat atau hari ketiga atau hari ketujuh, dst-penj.), agar mereka tidak menodai kehormatan dirinya, gara-gara ia tidak mau melakukan prosesi penghormatan di atas. Dengan sikap demikian, diharapkan ia mendapatkan pahala setara dengan realisasi perintah Nabi  terhadap seseorang yang batal (karena hadast) shalatnya untuk menutup hidungnya dengan tangan (seakan-akan hidungnya keluar darah). Ini demi untuk menjaga kehormatan dirinya, jika ia berbuat di luar kebiasaan masyarakat.
    Tirkah tidak boleh diambil / dikurangi seperti kasus di atas. Sebab tirkah yang belum dibagikan mutlak harus disterilkan jika terdapat ahli waris yang majrur ilahi. Walaupun ahli warisnya sudah pandai-pandai, tetapi sebagian dari mereka tidak rela (jika tirkah itu digunakan sebelum dibagi kepada ahli waris).

    SELESAI, KEPUTUSAN MASALAH DINIYYAH NO: 18 / 13 RABI’UTS TSAANI 1345 H / 21 OKTOBER 1926

     REFERENSI : Ahkamul Fuqaha, Solusi Problematika Hukum Islam, Keputusan Muktamar, Munas, dan Konbes Nahdlatul Ulama (1926-2004 M), halaman 15-17), Pengantar: Rais ‘Am PBNU, DR.KH.MA Sahal Mahfudh, Penerbit Lajnah Ta’lif wan Nasyr (LTN) NU Jawa Timur dan Khalista, cet.III, Pebruari 2007.

     CATATAN : Madzhab Syafi’i berpendapat bahwa bacaan atau amalan yang pahalanya dikirimkan/dihadiahkan kepada mayit adalah tidak dapat sampai kepada si mayit. Lihat: Imam an-Nawawi dalam Syarah Muslim 1 : 90 dan Takmilatul Majmu’ Syarah Muhadzab 10:426, Fatawa al-Kubro (al-Haitsami) 2:9, Hamisy al-Umm (Imam Muzani) 7:269, al-Jamal (Imam al-Khozin) 4:236, Tafsir Jalalain 2:19 Tafsir Ibnu Katsir ttg QS. An-Najm : 39, dll.

    ReplyDelete
  2. buat yang gak sepakat tahlilan :
    besok kalo keluarga anda ada yang ninggal di doakan jelek saja, katanya doa yang baikpun gak nyampe yo tho...
    nyampe gak, urusan allah kita hanya melakukan sebisa kita...

    ReplyDelete
  3. segala bentuk ibadah dlm agama islam ini insyaAllah pasti ada dalilnya.. semua orang yg melaksanakannyapun juga pakai dalil termasuk dzikir, namun didalam menerapkannyapun jg tdk asal, tetapi wajib mengikuti contoh dari Rasulullah dan para sahabatnya. Bisa jadi contoh itu karena jumlahnya- caranya - waktunya - tempatnya dan bentuknya, lain dengan masalah muamalah semisal mobil, computer dll, hal tersebut memang bid'ah (perkara baru) secara bahasa tp bukan secara syar'i. sah - sah saja dibilang bid'ah hasanah dlm muamalah tapi kalo diaplikasiken didlm ibadah... waduh.! mau jadi apa islam ini kalo umatnya bikin aturan ibadah sendiri2. mungkin akan terpecah mjd 73000000000000000000000000000000000000000000000.

    ReplyDelete
  4. "yang pahalanya dihadiahkan pada mayit",,
    jika pahala bisa dihadiahkan, berarti dosa pun bisa kit hadiahkan??
    padahal kan manusia hanya menangggung apa yang telah diperbuatnya saja,,,
    dan bukankah setelah mninggal,semua amalan manusia terputus, kecuali yang 3 perkara?????

    ReplyDelete
  5. logikanya kalao kita mendoakan orang mati tidak sampai kenapa ada doa anak sholeh...berfikirlah yang jernih tahlilan bukanlah aturan ibadah baru..tapi cara kita mendoakan...orang berdoa kalau sesuai syariat tidak masalah..mau baca istighfar sepanjang malam atau sholat tidak masalah..orang yang bilang bid'ah pasti sesat itu ilmunya belum terbatas....contohlah nabi muhammad bagaimana dia cara berdakwah begitu juga walisanga..

    ReplyDelete
  6. yaitu..."kalaw sesuai syari'at ya gak masalah..." tp klw gak sesuai ya jadi masalah...
    contoh: bu guru nyruh murid bikin gambar bunga yg ada di papan tulis,trus ad satu murid bikin gambar kucing cantik dan bagus lagi,.,.memang sama2 nggambar tapi bukan itu yg diprintahkan,trus perbuatan si murid apa bisa dibenarkan?ni si murid sok pinter dari gurunya x,..,
    agama kita tu dah ad aturanya dan udah ad contohnya,gak usah ditambah2,ibadah yg diajarkan rasul aj belum semua bisa kita kerjakan kenapa harus susah2 bikin ibadah dengan cara yg gak diajarkan rosul,,tidak kah kita meyakini agama ini sudah sempurna sprti firman allah subhaana wata'ala "al-ma'idah ayat 3"
    khusus untuk do'a anak sholeh ditrima allah ta'al krna ada hadistnya dr nabi..."jika mati anak adam terputuslah amalannya kecuali 3perkara,sdekah jariah.,ilmu yg bermanfaat.,dan do'a anak yg sholeh..."(HR. Muslim no. 1631)
    klw yg dikhususkan ya khusus jangan di jadikan untuk dalil yg umum

    ReplyDelete