Pada zaman Rasulullah saw terdapat seorang lelaki bernama Juwaibir. Dia merupakan seorang yang miskin dan dari sisi lahiriyah juga dia tidak mempunyai keistimewahan apapun. Tetapi jiwa Juwaibir dipenuhi dengan iman. Di tengah masyarakat, dia terkenal memiliki kecerdasan yang tinggi, tekad yang kuat dan jiwa penuntut kebenaran. Dia adalah warga Yamamah yang pergi ke Madinah tak lama setelah dia mendengar berita tentang kemunculan Islam. Disanalah dia menyatakan diri memeluk agama Islam. Dia tergolong sahabat Nabi Muhammad saw. Pada suatu hari Rasulullah berkata kepadanya,
"Juwaibir, alangkah baiknya jika engkau beristeri dan membentuk sebuah keluarga serta mengakhiri kehidupan membujang."
Belum pernah terlintas dalam fikiran Juwaibir bahwa pada satu hari dia akan memiliki rumah dan membentuk sebuah rumah tangga. Lalu dia memberi jawaban kepada Rasulullah, "Wahai Rasulullah, aku tidak mempunyai harta dan rupa yang tampan. Siapakah orang yang bersedia untuk memberi wanita untuk aku nikahi? Dan siapa pula yang mau menjadi isteri seorang miskin, pendek dan hitam sepertiku?"
Rasulullah saw memberikan harapan kepada kehidupannya dan bersabda, "Wahai Juwaibir, Allah swt mengubah nilai kehormatan seseorang lewat agama Islam. Banyak orang yang pada periode jahiliyahnya dihormati tetapi dari sisi Islam ia tidak memiliki nilai dan kedudukan. Banyak pula yang kelihatan tidak berarti dan tak punya kedudukan tetapi Islam telah menaikkan kedudukan dan martabatnya. Melalui Islam, Allah swt telah menghapuskan nilai-nilai jahiliyah dan kebanggaan karena keluarga dan keturunan. Kini semua manusia sama ,baik yang berkulit putih maupun yang berkulit hitam, arab atau ajam. Mereka semua satu derajat. Tidak ada satupun yang lebih tinggi dari yang lain kecuali karena ketaqwaan dan amal perbuatan mereka. Bagiku, orang yang lebih mulia darimu hanyalah orang yang memiliki taqwa dan amal yang lebih baik darimu. Kini lakukanlah apa yang aku perintahkan."
Selepas ucapan ini Rasulullah saw memerintahkan Juwaibir untuk pergi ke rumah Ziad Bin Labib Al-Ansari dan meminang putri Ziad, Dzalfa untuk dirinya. Ziad adalah salah satu orang kaya di Madinah. Orang-orang kabilahnya cukup menghormatinya. Juwaibir pergi ke rumah Ziad. Pada hari itu sekelompok keluarga dan orang-orang kabilahnya berada di rumah Ziad. Setelah memberi salam dan bertanya khabar, Juwaibirpun duduk. Dia diam sebentar dan kemudian mengangkat kepalanya seraya berkata kepada Ziad, "Aku datang atas perintah Rasul untuk menyampaikan sebuah pesan buat mu, haruskah aku katakan secara rahasia atau terbuka?"
Ziad dalam memberi jawaban berkata pula, "Pesan Rasulullah buat ku merupakan satu kebanggaan, sudah tentu engkau harus menyampaikannya secara terbuka." Juwaibir berkata, "Rasulullah mengutusku untuk meminang anak mu Dzalfa buat diri ku." Ziad terkejut dan berkata, "Apakah Rasulullah sendiri yang mengatakan hal itu kepadamu?"
Juwaibir menjawab , "Saya bukan seorang pembohong dan mengada-ada." Ziad berkata, "Aneh. Bukan adat kami memberikan anak perempuan kami kepada orang yang tidak sederajat dengan kami. Pergilah. Aku sendiri akan pergi menemui Rasulullah dan membincangkan hal ini dengan beliau."
Juwaibir merasa sangat sedih. Sambil melangkah keluar rumah Ziad, dia berkata dalam hati , "Aku bersumpah demi Allah, apa yang telah diajarkan oleh Al-Quran tidak sama dengan apa yang dikatakan oleh Ziad."
Pada saat yang sama, Dzalfa putri Ziad terdengar kata-kata Juwaibir, dia pergi menemui bapanya dan berkata, "Ayah, siapakah lelaki tadi dan apa yang yang dia katakan? " Ziad berkata kepada putrinya, "Lelaki ini datang untuk meminangmu dan dia mengaku diutus oleh Rasul untuk meminangmu. "
Dzalfa berkata, "Ayah, mungkin saja apa yang dikatakan itu benar dan sebenarnya memang dia telah diutus oleh Rasul. Jika demikian, berarti ayah telah melanggar perintah Rasul."
Ziad merasa menyesal dengan perbuatannya. Dengan segera dia mengejar Juwaibir dan meminta maaf serta mengajaknya kembali ke rumahnya .
Ziad bertemu dengan Rasulullah dan berkata kepada beliau, "Ya Rasulullah, Juwaibir telah datang ke rumah ku dan menyampaikan pesan darimu buat kami. Aku ingin mengatakan bahwa secara adat, kami tidak mengawinkan anak perempuan kami kecuali dengan lelaki yang sederajat dengan kami."
Sebagai jawaban Rasulullah saaw berkata, "Wahai Ziad, Juwaibir adalah seorang lelaki yang mukmin. Apa yang sedang engkau katakan mengenai nilai dan kedudukan seseorang kini telah tiada. Lelaki mukmin sederajat dengan wanita mukmin."
Kemudian Rasulullah saaw menjelaskan tentang keimanan, keikhlasan dan akhlaq baik Juwaibir kepada Ziad. Ziad tertunduk dan berfikir. Ketika tiba dirumah, dia menyampaikan segala apa yang telah disabdakan oleh Rasulullah kepada Dzalfa. Dia lalu meminta Dzalfa untuk berfikir mengenai Juwaibir dan mengambil keputusan. Dzalfa berfikir dan berkata dalam hati, "Sesungguhnya, apa yang mengokohkan sebuah kehidupan adalah seperti apa yang telah disampaikan oleh Rasulullah ada pada diri Juwaibir."
Selepas mendapat jawaban positif dari Dzalfa, Ziad melangsungkan upacara akad nikah putrinya dengan Juwaibir. Dia sendiri bahkan telah menyediakan mahar perkawinan dari hartanya. Kemudian segala perlengkapan rumah turut diberikan kepada putri dan menantunya, Juwaibir. Merekapun memulai sebuah kehidupan baru. Ketika melihat segala karunia dan rahmat dari Tuhan untuknya, Juwaibir berkata, "Aku seorang lelaki yang miskin dan asing. Ketika aku masuk ke kota ini, aku tidak mempunyai apa-apa. Kini melalui Islam, aku memperoleh segala nikmat ini. Ya Tuhan ku, aku bersyukur pada mu."(cepsalse)
ILUSI PENGETAHUAN (2)
6 days ago
No comments:
Post a Comment