Pada zaman hidupnya Rasulullah, hiduplah seorang pemuda tampan bernama Sahib. Ia tinggal bersama ayah dan ibunya di Yaman dengan bahagia. Ayah Sahib adalah seorang pelayan raja Khosrou, seorang raja Iran di Yaman. Hingga suatu hari, tentara Romawi menyerang Yaman dan Sahib termasuk di antara tawanan Yaman yang dibawa ke kota Roma. Akhirnya, Sahib menjalani hidup sebagai seorang budak di Roma dan di sana ia berusaha untuk mengenali budaya dan ilmu orang-orang Romawi.
Pada suatu hari, datanglah seorang pedagang Arab ke Roma. Ketika ia melihat Sahib, dia langsung tertarik dan membeli pemuda tampan itu. Pedagang Arab yang bernama Abdullah ibni Jud’an itu merupakan salah satu hartawan Mekah dan Sahib pun dibawanya ke kota Mekah untuk dijadikan sebagai pelayan di rumahnya. Pada suatu hari, Sahib mendengar berita mengenai seruan Rasulullah kepada warga Mekah. Dia pun berusaha untuk mengenal agama baru ini dengan lebih mendalam. Sahib juga mendengarkan kata-kata dari pihak penentang Rasulullah dengan sikap objektif, namun dia mendapati bahwa pendapat mereka itu tak lebih dari kejahilan, fanatisme, dan kebencian terhadap Rasulullah. Akhirnya, pada satu hari tanpa sepengetahuan tuannya, Sahib pergi ke rumah Nabi Muhammad saw.
Dengan penuh kehati-hatian karena khawatir terlihat oleh kaum musyrikin, Sahib melangkah menuju rumah Rasulullah. Menjelang sampai di sana, tampaklah olehnya Ammar bin Yasir, yang juga merupakan seorang budak. Ammar yang mengenali Sahib dan mengetahui keluasan pengetahuan budak itu, bertanya:
(Ammar): Wahai temanku Sahib, kemanakah engkau akan pergi?
(Sahib): Aku ingin ke rumah Muhammad. Aku ingin mengetahui lebih dalam tentang ajaran yang disampaikan olehnya.
(Ammar): Sahib, aku telah mendengar ucapannya. Percayalah, ada kekuatan besar di dalam jiwa dan nurani Muhammad. Kekuatan ini sedemikian besarnya sehingga ia dapat menarik semua manusia ke arahnya, kecuali mereka yang tidur dalam kelalaian.
(Narator): Ammar yang melihat betapa Sahib dengan penuh perhatian dan takjub menunggu kelanjutan kata-katanya, memegang tangan Sahib dan menatap mata temannya itu dalam-dalam.
(Ammar): Sahib, Muhammad mengatakan bahwa Tuhan itu esa dan hanya Dia yang layak disembah. Berhala hanyalah batu dan kayu semata. Muhammad berkata mengenai kasih sayang, saling mencintai, persahabatan, serta kejujuran. Dia berkata kebaikan hanya dapat dihasilkan di bawah naungan ketaatan pada Tuhan yang Esa. Berlandaskan kepada ayat-ayat Ilahi yang diturunkan kepadanya, Muhammad memberi nasihat supaya kita melepaskan diri dari kezaliman, kebohongan, pengkhianatan, peperangan, dan permusuhan. Muhammad menyeru manusia agar berpegang teguh kepada ajaran Islam yang merupakan agama penyelamat. Muhammad saaw juga mengetahui hakikat sejarah zaman lampau, baik zaman Nabi Musa, Nabi Isa dan Maryam serta para nabi Ilahi lainnya. Marilah kita bersama-sama ke rumahnya dan aku akan membawamu kepadanya.
(Narator): Ammar bin Yasir kemudian membawa Sahib menemui Rasulullah saw. Rasul menyambut kedatangan Sahib dengan penuh kehangatan dan keramahan. Wajah Rasulullah yang tenang dan menarik, kata-katanya yang memikat dan ayat-ayat wahyu yang indah, membuat jiwa dan nurani Sahib menjadi bergelora. Di saat matahari kian tenggelam, Sahib pun keluar dari rumah Rasulullah dengan wajah dan hati yang disinari cahaya keimanan. Sahib telah memeluk agama Islam. Tidak lama kemudian, Abdullah ibni Jud’an mengetahui bahwa budaknya telah masuk Islam. Ia menghampiri Sahib dengan kemarahan.
(Ibni Jud’an): Wahai Sahib, bukankah engkau pernah melihat kaisar Roma dan melihat istana besar Raja Khosrou?! Mengapa kini engkau bisa terpengaruh oleh kata-kata Muhammad?
(Narator): Sahib menjawab dengan suara yang penuh keyakinan dan keimanan: (Sahib): Kekuatan dan kekuasaan yang aku lihat dan aku dengar dari Muhammad tidak pernah kulihat di istana Kaisar Romawi maupun Raja Khosrou.
(Narator): Sahib pun disiksa oleh tuannya, sebagaimana kaum muslimin Mekah lainnya saat itu juga diganggu dan disiksa oleh orang-orang musyrik. Kemudian, Sahib berhasil bebas dari tuannya dan diapun berprofesi sebagai pedagang. Dari hasil perdagangannya, dia berhasil mengumpulkan sedikit harta. Ia kemudian mengambil keputusan untuk berhijrah ke Madinah seperti yang disarankan oleh Rasulullah saw. Dengan berbekal sedikit harta, Sahib lalu memulai perjalanannya ke Madinah. Di tengah perjalanan, ia dihadang beberapa orang musyrik yang menunggang kuda dan bersenjata.
(Narator): Penunggang kuda itu berkata kepada Sahib dengan kasar:
(Penunggang kuda): Wahai Sahib, Abu Sufyan memerintahkan supaya kami mengembalikan engkau ke Mekah.
(Sahib): Katakan kepadanya bahwa aku tidak akan pulang.
(Penunggang kuda): Jika demikian, kami akan mengambil hartamu dan membawanya ke Mekah. Ketika itu, engkau terpaksa mengikuti kami.”
(Narator): Kemudian para penunggang kuda itu merebut tali unta dari tangan Sahib dan membawanya ke arah Mekah. Di punggung unta itu, terikat seluruh harta benda milik Sahib. Sahib berteriak-teriak melampiaskan kemarahannya. Namun akhirnya ia terduduk tak berdaya. Ia merasa amat bingung. Haruskah ia kembali ke Mekah agar dapat memiliki lagi semua harta bendanya itu ataukah ia memelihara imannya dan meneruskan hijrah ke Madinah dengan tangan kosong?
Perlahan-lahan terdengar suara dari dalam hati Sahib yang menyadarkannya dari kegundahan. Sahib pun kembali teringat kepada suara Rasulullah yang dengan merdu menyampaikan ayat-ayat Ilahi. Ditatapnya dari kejauhan kaum musyrik penunggang kuda yang merebut untanya itu, yang semakin jauh melangkah ke arah Mekah. Namun Sahib telah menguatkan tekadnya. Ia mengambil keputusan untuk meneruskan langkah menuju Madinah dan berhijrah dengan penuh kepasrahan dan harapan atas rahmat Allah.
ILUSI PENGETAHUAN (2)
6 days ago
No comments:
Post a Comment